POLITIK (LEGISLASI)
HUKUM
KELUARGA DI AFGANISTAN
Oleh: Khoirul Abror[1]
A.
Pendahuluan
Salah satu fenomena yang muncul di dunia Islam adalah
upaya pembaruan hukum
keluarga dan/atau Politik (legislasi) Hukum Keluarga yang dilakukan oleh
negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Hal ini sebagai respon
terhadap dinamika yang terjadi di tengah masyarakat. Setidaknya ada tiga hal
yang menjadi tujuan dilakukannya pembaruan hukum keluarga dan/atau Politik
(legislasi) Hukum Keluarga di dunia Islam, yaitu sebagai upaya unifikasi
hukum, mengangkat status perempuan, dan merespon perkembangan dan tuntutan
zaman, [2] karena
konsep fiqh tradisional dianggap kurang mampu memberikan solusi terhadap
permasalahan yang ada.[3]
Pembaruan hukum keluarga yang dilakukan oleh berbagai negara muslim, secara
garis besar mencakup tiga aspek, yaitu perkawinan, perceraian dan warisan.
Dalam masalah perkawinan, dilakukan sebagai upaya untuk mewujudkan
ketertiban perkawinan dalam masyarakat, melindungi kesucian perkawinan dan
secara khusus ditujukan untuk melindungi perempuan dalam kehidupan rumah
tangga.
Fenomena yang terjadi ditengah masyarakat, sungguh
menyakitkan,
terutama pada posisi perempuan dan anak, perkawinan tanpa adanya
catatan dari PPN sebagai tugas dari pemerintah, menjadikan sewenang-wenangnya
seorang lelaki (suami) yang tidak
bertanggung jawab untuk melaksanakan perkawinan. Setelah itu melepaskan tanggung jawabnya dalam menafkahi
istri dan anak-anaknya. Dengan
makin berkembangnya zaman, menghendaki
mayoritas
negara yang berpenduduk muslim terbanyak, mengharuskan
adanya pencatatan perkawinan sebagai salah satu upaya legetimasi hukum.
Sebuah fakta yang tidak bisa ditolak jika hukum Islam pada
umumnya menganut prinsip dinamis (at-Taghayyur). Hukum Islam berubah
sesuai perubahan ruang, waktu, dan person di dalamnya. Sementara itu, Islam
sendiri kita kenal sebagai agama yang universal. Universalitas Islam terletak
pada kemampuannya menjawab problematika yang terjadi. Tujuan utama dari
diturunkannya Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan dan menolak kemuḑaratan
bagi manusia.[4]
Sebagai agama universal, Islam mengenal sistem perpaduan antara apa yang
disebut konstan-nonadaptabel (tsabat), di satu sisi, dan
elastis-adaptabel (murunah), di sisi yang lain.[5]
Sementara, bentuk pembaruan antara satu negara dengan negara
lainnya berbeda-beda. Umumnya, banyak negara yang melakukan pembaruan dalam
bentuk taqnin (Undang-undang), ada yang berdasarkan dekrit raja maupun
presiden, dan ada pula negara yang melakukannya dalam bentuk ketetapan hakim.[6]
Dimensi Islam disebut konstan-nonadaptabel biasanya
berada di wilayah persoalan-persoalan ritus agama yang bersifat transenden.
Sifatnya pun final-absolut tanpa menerima kritik dan perdebatan (ghairu
qabilin li an-Naqdi wa an-Naqsyi). Sementara dimensi Islam yang bersifat elastis-adaptabel
berada dalam wilayah praktis-historis. Dan posisi hukum keluarga sendiri berada
dalam wilayah kedua, artinya, bisa menerima perubahan dan pembaruan dengan
syarat tidak bergeser dari kerangka umum tujuan ajaran-ajaran agama (maqashid
as-Syari’ah).[7]
Bertitik tolak dari hal tersebut, maka penulis
mencoba mengangkat salah satu bentuk pembaharuan hukum keluarga dan/atau Politik
(legislasi) Hukum Keluarga yang dilakukan oleh negara-negara dunia Islam
terutama di negara Afganistan.
B.
Profil Singkat
Negara Afganistan
Sebelum mengenal sistem politik dari negara Afganistan,
alangkah baiknya kita mengenal negaranya terlebih dahulu. Afganistan adalah
negara yang berada di Asia Tengah, namun karena kedekatannya dengan Plato Iran,
kadang-kadang negara ini disebut sebagai bagian dari negara Timur Tengah.
Negara Afganistan merupakan salah satu negara termiskin didunia. Dari
data worldfactbook pendapatan perkapita negara ini pada tahun 2009
adalah US$ 1000. Negara ini merdeka pada tanggal 19 agustus 1919 dibawah
control Inggris untuk urusan luar negeri Afganistan. Penduduk negara ini
beragama mayoritas muslim dengan presentase 99% muslim dan 1% agama lain
seperti kristiani, budha, dan lain-lain. Dengan melihat keadaan penduduk yang
mayoritas muslim tersebut, maka tidak dipungkiri bahwa negara ini berbentuk
Republik Islam, dengan nama Konvensionalnya Islamic Republik of Afghanistan.
Secara historis, proses pembaruan hukum keluarga muslim bisa
dikelompokkan menjadi tiga fase: [8]
§ Fase tahun 1915-1950
§ Fase tahun 1950-1971
§ Fase tahun 1971- sekarang.
Pada fase pertama (fase 1915-1950), setidaknya ada
enam negara yang melakukan pembaruan terhadap hukum keluarga masing-masing.
Keenam negara tersebut adalah: Turki, Libanon, Mesir, Sudan, Iran, dan Yaman
Selatan. Pada fase kedua (fase 1950-1971), setidaknya ada tujuh negara
yang melakukan pembaruan terhadap hukum keluarga. Ketujuh negara tersebut
meliputi Yordania, Syiria, Tunisia, Maroko, Irak, Algeria, dan Pakistan. Sedang
pada fase ketiga, (fase 1971- sekarang), setidaknya ada sebelas negara
yang melakukan pembaruan terhadap hukum keluarga masing-masing. Kesebelas
negara tersebut adalah Afganistan, Bangladesh, Libya, Indonesia, Yaman
Selatan, Somalia, Yaman Utara, Malaysia, Brunei, Kuwait, dan Republik Yaman.[9]
Negara ini selama ratusan
tahun, menjadi salah satu wilayah di dunia yang paling strategis dan
diperebutkan oleh banyak pihak. Padahal negara ini termasuk negara yang miskin,
sulit berkembang, dan memiliki keadaan ekonomi dan politik yang tidak stabil.[10]
Pada waktu Uni Soviet menginvasi daerah ini,
Pasukan Merah Rusia menanam lebih dari 12 juta ranjau darat di Afghanistan.
Ratusan orang tewas, tercabik-cabik, dan lumpuh akibat ledakan ranjau yang
dipasang.Setelah Uni Soviet mendatangi Taliban ,Taliban menyatakan kontrol
wanita dilarang dari pekerjaan dan universitas.
C.
Politik dan Pemerintahan Negara
Afganistan
1.
Sistem
Politik Negara
Afganistan
Sistem politik yang legal di Afganistan adalah berdasarkan
campuran sipil dan syariah Islam. Tipe pemerintahan negara ini adalah Republic
Islam. Pemimpin negara ini sama seperti pemerintahan di negara demokrasi
Presidential, yakni, presiden sebagai kepala negara juga merangkap sebagai
kepala pemerintahan. Cara pemilihan kepala pemerintahan yaitu dengan pemberian
suara (voting) secara langsung, yang mana jika tidak ada kandidat yang mencapai
50% suara, maka pemilihan diulang sekali lagi dengan antara dua kandidat yang
mempunyai suara terbanyak. Berdasarkan data worldfactbook, pada tanggal
20 agustus 2009 pemilu menghasilkan suara terbersar untuk Hamid Karzai
sebanyak 49,67% suara
Sistem demokrasi Afganistan di atas tentunya mempunyai
pengaruh dari barat, terutama Amerika Serikat. Ini dikarenakan banyaknya campur
tangan Amerika dalam setiap konflik yang terjadi di Afganistan, terutama
konflik dengan Taliban. Keterlibatan wanita dalam politik dan pemerintahan di
negara ini juga cukup besar. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan salah seorang
ahli politik dan juga akan mencalonkan diri sebagai kandidat parlemen setelah
kembali dari studinya di Kanada dan Asia Tengah, Janan Mossazai, yaitu,
dari 33 kursi di Kabul maka 9 . orang diantaranya harus wanita. [11]
Selain itu, perpolitikan kaum wanita di Afganistan juga
tampak pada Farkhunda Naderi yang merupakan anak dari pemimpin spiritual
sekte Ismail Afganistan, ia menyatakan bahwa hak-hak wanita belumlah cukup
sampai mereka juga mempunyai hak-hak politik, namun konstitusi para wanita
tetap berlandaskan hukum islam, sehingga wanita juga mengetahui hak-hak islami
mereka. Dalam syariat islam yang juga dipakai dalam legal sistemnya negara
Afganistan ini, memang tidak melarang kaum wanita hadir dalam dunia
perpolitikan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Said Aqiel Siradj
yang merupakan ahli politik islam Indonesia dan pernah menuntut ilmu di Arab,
dalam tulisannya di Islam Kebangsaan [12]
, bahwa realitas kepemimpinan istri Rasulullah saw, Aisyah, pada masa awal
perkembangan Islam pernah menjadi panglima perang dalam perang jamal. Selain
itu, kepemimpinan
ratu Balqis dimasa nabi Sulaiman as juga diabadikan dalam Al-Quran (Q.S. 34 Saba’: 15) [13] “negeri yang
adil, baik makmur, aman, dan sentosa”.
×ot$ù#t/ ×pt6ÍhsÛ ;>uur Öqàÿxî
Partai di Afganistan ini sangat banyak, dan sebagian besar
tentunya merupakan partai islam. Selain itu di Afganistan juga terdapat
kelompok penekan dan penguasa yang diantaranya adalah kelompok religious,
pemimpin-pemimpin suku, dan kelompok Taliban.
Keamanan tetap menjadi fokus utama di Afganistan.
Rekomendasi pertama pada laporan pemerintah Maret 2009 menyoroti pentingnya
memadukan keamanan penduduk dengan membentuk pemerintahan lokal yang efektif,
dan pembangunan ekonomi. Pemikiran ini didasarkan pada ide bahwa sebuah
pemerintah menaikkan legitimasinya dan kecil kemungkinan menghadapi
pemberontakan jika ia bisa memberikan keamanan pada penduduknya secara lebih
baik. Tapi pendekatan ini mengandaikan bahwa sebagian besar penduduk tak
memegang senjata, yang tidak terjadi di Afghanistan.
Kemampuan pertahanan diri di Afghanistan telah secara
historis diperlukan untuk melindungi diri dari berbagai macam ancaman. Setiap
kampung punya sebuah alat tak formal untuk membela diri. Fakta bahwa mereka
independen dari pemerintah berbuntut pada kekhawatiran bahwa mereka boleh jadi
memihak para pemberontak.
Tambah pula, agar Amerika Serikat mendapat dukungan dari
pemimpin setiap daerah akan membutuhkan sesuatu yang serupa dengan suap dalam
pandangan penguasa Barat. Di Afghanistan, apa yang dianggap korupsi di tempat
lain diperlakukan sebagai pengaturan saling menguntungkan. Beroperasi tanpa
patronase tak terbayangkan dan bahkan bisa-bisa menyinggung semua yang
terlibat.
2. Sistem
Pemerintahan di Afganistan
Walaupun Afganistan menggunakan sistem pemerintahan dengan
Republic Islam, namun ssitemnya tersebut tidak jauh berbeda dengan demokrasi.
Tertutama dalam hal pemilihan umum kepala negara. Jadi pemerintahan dan
perpolitikan di negara Afganistan seperti demokrasi presidential bukan
demokrasi parlementer.
Dalam sistem pemerintahan di Afganistan, kepala negara beserta
kepala pemerintahan dipegang oleh orang yang sama, yakni presiden yang terpilih
dalam pemilu. Di Afganistan terdapat 8 partai besar, dan di Afganistan,
kelompok penekan yang mempengaruhi pemerintah tersebut berasal dari
kelompok-kelompok religious, kelompok suku, dan juga kelompok Taliban.[14]
.Hukum
yang dipakai di afganistan ialah berdasarkan syariat Islam. Memang kebanyakan
sistem-sistem perpolitikan yang dipakai adalah berasal dari dunia Barat, namun
setelah penulis membaca sumber-sumber tentang perpolitikan negara ini, maka
negara Afganistan memasukkan sistem barat namun tetap di saring dengan
sistem Islam. Dimana sistem-sistem yang dipakai tersebut tidak melenceng
dari syariat agama Islam.
Di Afganistan sangatlah complicated atau rumit.
Setelah dijajah oleh negara Eropa dan diberikan kemerdekaan pada tahun 1919,
namun negara ini tetap berada pada posisi yang tidak menyenangkan. Karena
pemerintahannya dalam memperebutkan kekuasaan adalah saling menjatuhkan
atau menggulingkan kekuasaan. Selanjutnya pemerintahan di Afganistan ini
juga dilalui oleh rezim Taliban yang menduduki 95% wilayah dari Afganistan.
Selanjunya, Amerika Serikat melakukan invansi terhadap Taliban di Afganistan
dengan alasan Taliban telah membantu teroris yakni Osama Bin Laden dalam
memberikan tempat persembunyian di Afganistan. Sehingga kemudian rezim Taliban
jatuh dan Afganistan kemudian dibantu oleh Amerika Serikat untuk membentuk
pemerintahan baru yang lebih demokratis. Yakni pemerintahan yang sekarang
dipegang oleh Presiden Hamid Karzai.
Dalam pemerintahan Republik Islam di negara Afganistan juga
mempunya birokrasi atau badan-badan pemerintahan seperti negara-negara
demokrasi lain, yakni, badan eksekutif, legislative, dan yudikatif.
Ada perbedaan perpolitikan dan hukum yang dipakai oleh
Afganistan dan Kanada dalam dunia Internasional. Terutama dalam masalah
pengadilan internasional. Negara Kanada menerima ICJ atau International Court
of Justice sebagai badan peradilan internasional, sedangkan Afganistan tidak
menerima ICJ sebagai badan peradilan internasional yang dapat mengadili mereka
juga dalam negara internasional.
Dari sini dapat dilihat bahwa negara-negara Islam tidaklah
jauh berbeda dengan negara-negara secular umumnya dalam menegakkan demokrasi.
Sebenarnya dalam sejarah islam juga sudah dikenal lembaga supranasional seperti
legilatif, eksekutif, dan yudikatif pada masa khalifah Umar Ibn Alkhattab.
Yaitu, majelis syuro sebagai badan legislative, qodha sebagai badan yudikatif,
dan khalifah sebagai badan eksekutif.
D. Politik Presiden Hamid Karzai.
Burhanuddin Rabbani
(برهان الدين رباني) (1940-20 September
2011) adalah Presiden Afganistan periode tahun 1992-1996 dan untuk masa jabatan
kedua pada tahun 2001.[15]
Rabbani adalah
pemimpin Jamiat-e
Islami Afganistan (Masyarakat Islam Afganistan). Dia juga salah
satu pendiri awal dan pemimpin gerakan Mujahidin selama
invasi Soviet ke Afganistan pada akhir
tahun 1970. Dia juga menjabat sebagai kepala politik Front Serikat Islam untuk Keselamatan
Afganistan (UIFSA), sebuah aliansi berbagai kelompok politik yang
berjuang melawan pemerintahan Taliban di Afganistan.
Ia menjabat sebagai Presiden dari 1992-1996 sampai ia dipaksa untuk
meninggalkan Kabul karena pengambilalihan kota oleh Taliban. Pemerintahnya
diakui oleh banyak negara, serta PBB. Dia juga
kepala Front Nasional Afganistan (dikenal di media sebagai Front Persatuan Nasional), oposisi
politik terbesar pada pemerintah Hamid Karzai.
Pada tanggal 20
September 2011, Rabbani dibunuh oleh seorang pembom bunuh diri yang memasuki
rumahnya di Kabul.[16] .
Hamid Karzai (lahir 24 Desember 1957; umur 55
tahun) adalah Presiden Afganistan sejak 7 Desember 2004). Setelah
pemerintahan Taliban jatuh, ia
menjadi sangat dominan dalam percaturan politik Afganistan dan menjadi tokoh
politik ternama di negaranya. Sejak Desember 2001, Hamid Karzai menjabat Ketua
Pemerintahan Transisi dan Presiden sementara (interim) sejak 2002. Ia
pertama kali terpilih secara demokratis lewat pemilu presiden 7 Desember 2004.
Ketika kaum Taliban muncul ke
pentas politik awal tahun 1990-an, mulanya
Karzai merupakan salah satu pendukung mereka. Kemudian, ia memutuskan hubungan
dengan Taliban. Alasannya, ia tidak mempercayai hubungan mereka dengan Pakistan. Setelah
Taliban mengusir Rabbani keluar dari Kabul pada 1996, Karzai
menolak melayani sebagai Dubes PBB untuk Taliban.
Pada 1997, Karzai
bergabung dengan banyak anggota keluarganya di Amerika Serikat. Karzai
meninggalkan Quetta (Pakistan)
untuk mengembalikan ke dalam kedudukan semula. Ayahnya dibunuh dan
diduga dilakukan oleh agen-agen Taliban pada 14 Juli 1999. Karzai
bersumpah untuk membalas dendam terhadap kaum Taliban dengan berusaha untuk
menggulingkannya.
Pada
bulan-bulan setelah serangan 11 September di Amerika Serikat, Karzai
bersama-sama dengan kaum Mujahiddin yang setia kepada Aliansi Utara Afgan bekerja
bersama dengan Amerika
Serikat menggulingkan Taliban di Afganistan dan mengumpulkan
dukungan untuk pemerintahan yang baru. Pada Desember 2001, para pemimpin
politik Afgan di pembuangan -- banyak di antaranya tidak memiliki pengikut di
Afganistan sendiri --berkumpul di Bonn, Jerman untuk
menyepakati struktur kepemimpinan yang baru.
Dibawah Kesepakatan Bonn 5 Desember 2001, mereka
membentuk sebuah Pemerintahan Transisi sementara dan mengangkat Karzai sebagai
ketua dari komite pemerintahan dengan 29 anggota. Ia disumpah sebagai pemimpin
pada 22
Desember 2001. Loya Jirga pada 19 Juni 2002 menunjuk
Karzai sebagai penjabat sementara presiden dari Pemerintahan Transisi Afgan. Tak lama
kemudian, ia ditunjuk bersama Hedayat Amin Arsala sebagai salah
satu wakil presidennya.
Pencalonannya pada pemilu presiden 9 Oktober 2004 mengungguli 16
calon presiden termasuk Yunus Qanooni. Ia terpilih dengan suara mayoritas
dengan meraih 55,4% suara berbanding 39,1% dari saingan terdekatnya (Yunus
Qanooni). Ia dilantik pada tanggal 7 Desember 2004 sebagai Presiden
Afganistan
[1] Mahasiswa Program Doktor, Program Pascasarjana (PPs) IAIN Raden
Intan Lampung, Program Studi Hukum Keluarga TA, 2012/2013
[2]
Khoiruddin
Nasution, Pengantar dan Pemikiran Hukum Keluarga (Perdata) Islam
Indonesia, ACAdeMIA &Tazzafa,
yogyakarta, 2010, h. 43.
[3]
Atho, Mudzhar dan Khoiruddin Nasution (ed.), Hukum Keluarga di Dunia Islam
Modern, Studi Perbandingan UU Modern dari Kitab-kitab Fikih, (Jakarta:
Ciputat Press, 2003), h. 10-11.
[4] Husnul Khatimah, Penerapan Syari’ah Islam,
Bercermin pada Sistem Aplikasi Syari’ah Zaman Nabi, cet. ke-1,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 35.
[5] Abu Yasid, Islam Akomodatif; Rekonstruksi
Pemahaman Islam sebagai Agama Universal, cet. ke-1, (Yogyakarta: LKiS,
2004), h. 2.
[6] Hilal Malarangan, Pembaruan Hukum Islam
dalam Hukum Keluarga di Indonesia, dalam Jurnal Hunafa Vol. 5 No. 1, April
2008, h. 39.
[7] Yang dimaksud dengan maqashid as-Syari’ah
adalah tujuan atau prinsip umum diturunkannya syari’at oleh Allah. Ada lima hal
yang menjadi tujuan utama syari’at: (1) menjaga agama, (2) menjaga jiwa, (3)
menjaga akal, (4) menjaga keturunan, (5) menjaga harta. Untuk penjelasan lebih
lanjut mengenai lima prinsip dasar ini, lihat: Muhammad Said Ramadhan al-Buthi,
Dawabitul Maslahah fi as-Syari’ah al-Islamiah, cet. ke-1 (Kairo: Muassasah
Risalah, 1973), h. 119.
[8]
Periodesasi ini diolah dan diadopsi dari tulisan Khoiruddin
Nasution, yang membagi periode pembaruan dalam hukum keluarga islam menjadi tiga. Meski sebenarnya,
diakui oleh Khoiruddin Nasution, bahwa periodesasi tersebut tidak mesti benar
dan ada kemungkinan pengelompokan lain. Lihat; Khoiruddin Nasution, Pengantar
dan Pemikiran Hukum Keluarga (Perdata) Islam Indonesia, ACAdeMIA &Tazzafa, yogyakarta, 2010,
h. 32.
[9] Ibid,
h. 32-39.
[11] http://wentiza.blogspot.com/2010/12/politik-dan-pemerintahan
afganistan-dan.html, Rabu 01 Desember 2010, akses 16 Nopember
2013.
[12] Said Aqil
Siraj, Islam dan Kebangsaan, 1999, h. 8-9.
[13] Dirjen Bimas Islam dan Pembinaan
Syari’ah Kemenag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Lajnah Pentashih
Al-Qur’an, PT. Tehazed, Jakarta, 2010, h. 609.
[14] http://wentiza.blogspot.com/2010/12/politik-dan-pemerintahan-afganistan-dan.html, Rabu 01
Desember 2010, Akses 13 Nopember 2013.
[16] As suggested by the Afghan parliament, Afghanistan’s President Hamid Karzai
gave him the title of “Martyr of Peace”.Afghan Peace
Council Chief Killed in Attack on His Home, nytimes.com 2011/09/21 Diunduh. 17
Nopember 2013, jam. 11.37 Wib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar