Oleh: Khoirul
Abror [1]
Tulisan 1 dari 2
A.
Pendahuluan
Istilah akhlak dan etika tidak bisa disamakan. Banyak orang
yang beranggapan bahwa etika adalah bagian atau sinonim dari pada akhlak. Jika
kita telaah akhlak lebih luas maknanya dari pada etika. Akhlak lebih bersifat
batiniah (melekat di dalam jiwa manusia) dan mencakup berbagai aspek dimulai
dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa) tidak bterkecuali terhadap
keluarga.
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam,
sehingga setiap aspeknya selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan
akhlak yang mulia, yang lazim disebut akhlakul karimah. Kaum muslim
mempunyai suri teladan dalam berakhlakul karimah. Nabi Muhammad Saw. merupakan
orang yang berakhalakul karimah[2]
Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh ahmad, Baihaqi, dan
Malik yang artinya “aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”[3]
Sedangkan etika hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah dan dibatasi pada
aspek sopan santun antar sesama manusia. Etika diartikan sebagai watak
kesusilaan atau adat kebiasaan[4].
Jika kita membahas tentang etika biasanya dikaitkan dengan kata moral. Yang
juga diartikan sebagai adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan
melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan) dan menghindari perbuatan yang
buruk.[5]
Sayyid Muhammad
Al-Maliki, ulama besar dari kota Makkah, dalam bukunya Adȃbul Islȃm Fi
Niẓȃmil Usraḥ, mengetengahkan adab, etika, dan akhlak pasangan suami-istri
dalam berkeluarga. Dalam bukunya dijelaskan tentang pentingnya akhlak pergaulan
baik dari pihak suami maupun istri. Keduanya sama-sama memiliki kewajiban dan
keharusan untuk menjadikan akhlak rumah tangga nabi sebagai pedoman paripurna.
Bagi seorang
suami hal pertama yang wajib diketahui dalam mempergauli istri adalah
mengedepankan sikap welas asih, cinta, dan kelembutan. Dalam Al-Qurȃn, Allah
berfirman:
4 £`èdrçÅ°$tãur Å$rã÷èyJø9$$Î/ 4 bÎ*sù £`èdqßJçF÷dÌx. #Ó|¤yèsù br& (#qèdtõ3s? $\«øx© @yèøgsur ª!$# ÏmÏù #Zöyz #ZÏW2 ÇÊÒÈ
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.
kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin
kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak”. (QS. An-Nisȃ’ (4): 19
Wahyu yang berupa kitab (al-Qurȃn) pada
umumnya ditujukan kepada manusia secara umum dengan berbagai kondisi dan pola
pikir yang berbeda. Sehingga sangat mungkin bahkan menjadi sebuah keharusan
akan munculnya berbagai macam penafsiran yang beragam. Satu jawaban singkat dan
logis dari penafsiran yang beragam ini adalah ketidaksamaan kemampuan manusia
dalam memahami substansi wahyu. Dalam hadist disebutkan bahwa, “Kami para
nabi diperintah untuk berkata kepada manusia (menyebarkan ajaran-Nya) sesuai
dengan tingkatan kemampuan berpikirnya”.[6]
Dalam pernikahan kedua Aceng Fikri
sebagaimana dilangsir beberapa harian media masa, tentu banyak yang tersakiti;[7]
diantaranya, keluarga besar dari isteri pertama, isteri kedua yang merasa
terhinakan serta kaum wanita pada umumnya, pasangan pertama belum
dicerai (masih hidup) pasti menderita karena pada dasarnya didalam hati
tidak ada di dunia manapun wanita yang tegar saat dimadu, banyak cerita
seorang ibu bisa menjadi lebih kuat (single fighter) ditinggal
suami yang meninggal dunia daripada ditinggalkan/ cerai hidup
oleh suaminya.
Berdasarkan uraian di atas
kami akan menguraikan lebih lanjut tentang wawasan al-qur’an tentang “Etika
Berkeluarga dalam Perspektif al-Qurȃn, (Study Kasus Pernikahan Kilat Aceng
Fikri)”. Semoga dengan adanya pemaparan berikut dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan kita dan bisa dijadikan bahan referensi pengetahuan agama.
B. Pembahasan
1. Etika
Manusia sebagai khalifah
Telah dipaparkan dalam QS. Al-Baqaraḥ (2): 30
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz
....
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para
Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi."..... [8]
,ayat ini memaparkan bahwa, misi penciptaan
manusia sebagai khalifah di muka bumi, artinya, tujuan Allah menciptakan
manusia baik laki-laki atau perempuan untuk mengatur bumi dengan hukum
keseimbangan (QS.Ar-Rahmān (55): 1-9)[9]
, orang-orang yang melaksanakan tugas ini, dikatakan sebagai langkah pengabdian
(QS. Aż-Żāriyāt (51): 56).[10]
Penciptaan manusia dan misinya, dikatakan Allah
bukan suatu tindakan yang main-main atau yang bisa disepelekan (QS.Al-Mukminūn.
(23): 115).[11]
Terhadap orang yang tidak sanggup melaksanakan
misi di atas, Allah akan menyiksa mereka dengan api yang sangat panas, dan
mereka kekal didalamnya, sebaliknya siapa yang berhasil dengan baik akan
mendapatkan kebahagiaan yang kekal, sesuai dengan tingkat perjuangan dan
pengorbanan yang telah dilakukan, semakin besar perjuangan yang dilakukan,
semakin besar kenikmatan yang diberikan (QS. Al-Māidaḥ (5): 2).[12]
QS. Al-Māidaḥ (5): 2, merupakan larangan Allah
yang menginstruksikan kepada manusia untuk tidak melanggar syi'ar-syi'ar Allah,
bahkan menginstruksikan untuk saling tolong-menolong dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan bukan untuk tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.
Berpijak dari penjelasan di atas, sudah
seharusnya bagi muslim baik laki-laki maupun perempuan, selaku suami atau
isteri, tua ataupun muda, memiliki kesadaran diri bahwa tujuan hidup yang harus
dilaksanakan adalah Membangun masyarakat taqwa bukan membangun kebahagiaan diri
sendiri, yang hanya mengusahakan kebahagiaan keluarga, atau hanya menciptakan
manusia-manusia individualistic saja.
Merujuk
kepada wahyu Allah bahwa dalam diri Nabi Muhammad saw terdapat pelajaran dan
teladan yang baik. QS. Al-Ahzȃb (33):21 ”Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”[13].
Dari ayat tersebut tergambar jelas bahwa dalam diri Muhammad saw ada teladan
yang baik. Dengan demikian, kalau ada ahli sejarah menyatakan bahwa Muhammad
saw penghasut dan mempunyai akhlak buruk adalah bertentangan dengan ayat
tersebut; disisi lain, justeru beliau telah mendobrak jalan baru dalam
cita-cita, kebiasaan zaman, dan tempat kediaman beliau.
Muhammad
saw adalah Nabi revolusioner yang menerima wahyu dari Allah, wahyu tersebut
sebagai landasan inspirasi perjuangan untuk melawan ordo ketimpangan,
penindasan yang dibangun masyarakat Arab pada waktu itu. Sebagai Nabi
revolusioner, Muhammad saw berjuang di atas kebenaran, kebesaran jiwa demi legalitas
sosial.[14] Dengan Muhammad saw diutus untuk
membebaskan manusia dari berbagai penindasan, intimidasi, pelecehan kemanusiaan
dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh para penindas. Muhammad saw menjadi
pemimpin manusia yang bertujuan membangun masyarakat yang didasarkan pada
nilai- nilai keimanan, legalitas sosial, persaudaraan. Juga diutus untuk
membebaskan para budak, anak yatim, perempuan, kaum miskin dan lemah.[15]
Dapat dipahami dari kutipan tersebut
bahwa Muhammad saw diutus untuk memberi kabar gembira, dengan membebaskan para
budak, anak yatim dan kaum lemah. Perjuangan Muhammad saw dilandaskan pada
wahyu Allah. Muhammad saw juga menjadi Nabi Modern yang merasakan pertentangan
berkepanjangan antara kebajikan dan kebatilan yang ada dalam formasi sosial
ekonomi, perjuangan kelas, perlawanan antara kaum tertindas dan penindas,
tertekan dan penekan, budak dan majikan, pekerja tanah dan tuan tanah, antara
yang kuat dan yang lemah.
Muhammad saw dilahirkan (tahun 570
M. menurut ahli sunah). Ahli sejarah lain menyatakan bahwa Rasulullah saw lahir
pada tanggal 9 Rabiul Awwal, permulaan tahun Gajah, atau bertepatan dengan
tanggal 20 atau 22 April tahun 571 M.[16] dari salah satu keluarga terkemuka di
Mekkah, menjadi anak piatu waktu masih muda, kemudian diasuh oleh seorang paman
beliau yang melakukan perdagangan dengan kafilah. Kemudian menjadi wakil niaga
seorang janda bernama Chadijah ra. yang kemudian diperistrikan, dan
menghasilkan putra putri (di antaranya empat putri masih hidup waktu beliau
wafat). Fakta-fakta tersebut biasa dan tidak menunjukkan kebesaran beliau dikemudian
hari. Tetapi yang membuat nama beliau dikenang dan dikenal adalah karena akhlaknya
yang baik dalam memimpin, baik sebagai Nabi maupun sebagai pemimpin negara.
Bagaimana bila dikaitkan dengan kasus pernikahan kilat Aceng Fikri ?
Kasus kawin kilat ala Aceng H.M
Aceng Fikri memberikan presiden buruk bagi citra masyarakat. Meskipun tidak ada
yang aneh dan heboh dengan pernikahan Bupati Garut Aceng Fikri Dengan Fani
Oktara ABG 18 Tahun ini, tapi yang justru bikin "garut-garut" kepala
adalah sang istri Fani Oktara, hanya berstatus istri Bupati Aceng hanya selama
4 hari, yang kemudian diceraikan hanya lewat SMS. Bagaimana etika seorang
pemimpin Negara dan pemimpin rumah tangga dalam hal ini?? Sungguh ironis.
Fani Oktara merasa dilecehkan oleh
sang Bupati setelah dirinya hanya dinikahi selama 4 hari karena dianggap tidak
perawan.[17] Kalau
memang itu alasan Aceng Fikri yang pokok, mengapa tidak dibicarakan terlebih
dahulu? Mengapa secara tiba-tiba begitu saja diceraikan tanpa alasan yang
konkrit?, dan alasan itu hanya muncul setelah pihak isteri mengadukan persoalannya,
dan terkuak di media masa?
Jika melihat cara Bupati Garut Aceng
Fikri menikahi Fani Oktara gadis berumur 18 tahun ini, sepertinya mirip dengan
kasus Walikota Bogor Diani Budiarto yang juga menikahi gadis muda. Betapa
enaknya jadi pejabat kaya. Bukankah etika kemimpinan semacam itu berseberangan
degan konsep al-qur`an sebagaiman dicontohkan Rasulullah di atas?
2. Etika Terhadap
Sesama Manusia.
Berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia.
Seyogyanya manusia menjadi masyarakat utama,[18]
ummatan wahidaḥ, ummatan wasața, dan khairu ummat. Banyak
sekali rincian petunjuk yang dikemukakan Al-Qurȃn. mengenai hal ini bukan hanya
dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti
badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai
kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang dibelakangnya,
tidak peduli aib itu benar atau salah, walaupun sambil memberikan materi kepada
yang disakiti hatinya itu.
Contoh Kasus: Pernikahan
siri Aceng dengan Fani Oktora terjadi 14 Juli 2012 lalu. Pernikahan hanya
berlangsung singkat, empat hari. Melalui pesan singkat (SMS), pada tanggal 17
Juli 2012 Aceng menceraikan Fani. Kabar yagn tidak sedap ini didengar publik dan lalu mengelinding bak bola
salju. Beberapa tokoh politik hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menanggapinya. Tak hanya menjadi isu nasional, kasus pernikahan siri kilat ini
juga diangkat beberapa media internasional terkemuka.
Salah
satunya adalah harian terbesar di Inggris, The Guardian, yang
memberitakan kasus Aceng dengan judul besar-besar: "Indonesians
protest over Garut chief's text-message divorce".
"Aceng
Fikri, Bupati di provinsi Jawa Barat, menikahi Fani Oktora yang berusia 17
tahun sebagai istri keduanya pada Juli lalu. Namun Fikri, 40, menceraikannya
dengan cepat melalui SMS, menuduh wanita itu sudah tidak perawan lagi ketika
menikah. Aceng mengatakan dia telah menghabiskan sekitar US$26.000 (Rp250
juta) untuk pernikahannya," tulis The Guardian, 4 Desember
2012.[19]
Analisa penulis, bahwa Aceng bedalih menceraikan fani, karena tidak perawan,
dan seolah-olah nilai perkawinanya dapa diukur dengan nilai uang sebesar 250
juta; sementara nilai kekecewaan seorang perempuan yang menjadi korban
pernikahan sirri itu, bukan nilai uang yang menjadi standar ukurannya.
BBC,
kantor berita pemerintah Inggris, tak mau ketinggalan. Dengan judul "Outrage
after Indonesian official divorces teenage bride", BBC mengatakan
bahwa Aceng adalah suami dengan tiga anak yang menikahi seorang remaja
tanggung. BBC juga mengutip pernyataan Aceng yang meminta maaf kepada
wanita di Indonesia, namun merasa tidak bersalah. "Saya ingin meminta
maaf kepada publik jika ada wanita yang tersinggung. Walaupun yang saya lakukan
ini sudah berdasarkan hukum syariah," ujar Aceng dikutip BBC.
Menyikapi pemberitaa ini, seorang Aceng menyimpan rasa bersalah (ingin meminta
maaf), namun disatu sisi Aceng tidak mengakui akan kesalahannya.
Media
besar di Amerika Serikat tak mau ketinggalan. Salah satunya Huffington Post.
Media ini menulis bahwa kasus Aceng telah menjadi isu nasional yang membuat
pemerintah Indonesia gerah. "Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dilaporkan mendiskusikan masalah ini dengan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan
pada Selasa saat dia berkunjung ke provinsi itu," tulis Huffington
Post.
Lebih
gawat lagi, tak hanya pernikahan sirinya dengan Fani, Bupati Aceng juga
tersandung kasus pernikahan serupa yang lain. Belakangan, adalah Shinta
Larasati yang mengaku dinikahi Aceng hanya dua bulan saja.
Pernikahan itu terjadi Maret hingga Juni 2011. Berangkat dari pemberitaan ini,
dapat ditangkap bahwa seorang Aceng, bukan baru pertama kalinya menikah; disisi
lain pernikahannya dengan (Larasasti) yang juga begitu singkat, menunjukan
bahwa aceng hanya mengutamakan factor biologis terhadap wanita-wanita muda yang
diperoleh melalui jalan nikah Sirri. Walaupun pernikahannya dengan Shinta ini, dibantah
oleh pengacara Aceng yang Ujang Suja'i, yang
mengutip "Kata Pak Bupati itu tidak benar," [20](VIVAnews, 5
Desember 2012).
Berikut
dikemukakan beberapa ayat al-Qurȃn yang ada relevansinya dengan etika sesama
manusia:
a.
QS.
Al-Baqaraḥ (2): 263, berkenaan dengan “Perkataan yang baik dan pemberian maaf
lebih baik daripada sedekah yang disertai dengan sesuatu yang menyakitkan
(perasaan si penerima).” [21]
b.
QS.
al-Hujurȃt (49): 2,[22]
pesan al-Qurȃn agar setiap orang hendaknya didudukkan secara wajar. Nabi
Muhammad SAW. misalnya dinyatakan sebagai manusia seperti manusia yang lain,
namun dinyatakan pula bahwa beliau adalah Rasul yang memperoleh wahyu dari
Allah. Itulah sebabnya beliau berhak memperoleh penghormatan melebihi manusia
1ain. Karena itu, Al-Quran berpesan kepada orang-orang Mukmin.[23]
c.
QS.
An-Nūr (24): 63, pesan al-Qurȃn untuk tidak menyamakan panggilan nama
Rasullulah, seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain).” Petunjuk
ini berlaku kepada setiap orang yang harus dihormati.
d.
QS.
an-Nūr (24): 27, yang menekankan perlunya privasi (kekuasaan atau kebebasan
pribadi).[24] Dalam
surat lain, QS. An-Nūr (24): 58. dijelaskan: “Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah budak-budak lelaki dan wanita yang kamu miliki, dan orang-orang yang
belum balig diantara kamu meminta izin kepada kamu tiga kali (yaitu waktu)
sebelum șalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)-mu ditengah hari,
dan sesudah șalat isya ...” [25]
e.
QS.
an-Nisȃ' (4): 86 tentang “kewajiban menjawab salam, dengan salam yang serupa,
bahkan juga dianjurkan agar dijawab dengan salam yang lebih baik.”
f.
QS.
a1-Baqarah (2): 83, tentang anjuran agar setiap ucapan haruslah “ucapan yang
baik kepada siapapun”, sama adakah dengan orang lain terlebih diantara
keluarga. Bahkan lebih tepat jika kita berbicara sesuai dengan keadaan dan
kedudukan mitra bicara, serta harus berisi perkataan yang benar, sebagaimana
dijelaskan dalam QS. al-Ahzȃb (33): 70) “Dan katakanlah dengan perkataan yang
benar.” [26]
g.
Akhlak
terhadap sesama manusia juga meliputi akhlak terhadap orang tua, dan dijelaskan
dalam QS. Al-Isrȃ’ (17): 23-24.[27]
“Dan Tuhanmu menetapkan bahwa janganlah kamu menyembah melainkan kepadaNya, dan
berbuat baiklah kepada ibu bapak. Jika sampai salah seorang mereka itu atau
keduanya telah tua dalam pemeliharaanmu (berusia lanjut), maka janganlah engkau
katakan kepada keduanya “ah”, dan janganlah engkau bentak keduanya, dan
berkatalah kepada keduanya perkataan yang mulia.
h.
Masih
ada lagi akhlak terhadap orang tua agar berbuat baik kepada mereka, yang
dijelaskan dalam QS. Al-Ahqȃf (46): 15 “Dan Kami telah perintahkan manusia
untuk berbuat baik kepada ibu-bapaknya. …Dia mengandungnya sampai masa
menyapihnya…, sehingga apabila anak itu mencapai dewasa dan mencapai usia empat
puluh tahun, dia berkata, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk supaya aku
mensyukuri nikmatMu yang Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan
supaya aku dapat mengerjakan amal saleh yang Engkau meridhainya, dan berilah
kebaikan kepadaku (juga) pada keturunanku…”. [28]
Ayat ini juga menyuruh kita untuk
berbuat baik kepada orang tua, karena suatu hari nanti kita pun akan menjadi orang
tua yang mana akan memiliki keturunan, maka hendaknya kita bertaubat dan
mensyukuri atas apa yang dianugerahkan Allah SWT pada kita dan selalu
mengerjakan amal sholeh seperti yang telah di perintahkan Allah SWT. Serta tak
lupa juga kita berdoa kepada-Nya, agar kita dan keturunan-keturunan kita selalu
diberi kebaikan oleh Allah.
Pada
kenyataannya, fenomena yang terjadi dimasyarakat pada zaman modern seperti
sekarang ini, seringkali orang tua diperlakukan sebagai pembantu bukan
diperlakukan selayaknya sebagai orang tua. Misalnya seorang anak yang sudah
sukses dan berkeluarga biasanya anaknya dititipkan pada orang tuanya untuk
mengasuh dan merawat anaknya dengan alasan mereka sibuk bekerja. Fenomena lain
yang terjadi di masyarakat adalah perilaku anak yang berakhlak mażmumah,
hal ini dapat diatasi dengan cara mengingatkan secara terus-menerus, mencari
sebab mengapa anak tersebut berperilaku yang tidak baik, lalu menentukan
langkah-langkah yang sesuai dengan permasalahannya.
3.
Etika Terhadap Lingkungan
Yang dimaksud lingkungan disini adalah segala sesuatu yang
berada disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda
tak bernyawa. Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya
diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki
ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim untuk
menyadari bahwa semuanya adalah "umat" Tuhan yang harus diperlakukan
secara wajar dan baik. Karena itu dalam QS. al-Anʻȃm (6): 38 [29]
ditegaskan bahwa binatang melata dan burung-burung pun adalah umat seperti
manusia juga, sehingga semuanya --seperti ditulis Al-Qurthubi (W. 671 H) didalam
tafsirnya-- "Tidak boleh diperlakukan secara aniaya."
Jangankan dalam masa damai, dalam saat peperangan pun
terdapat petunjuk al-Quran yang melarang melakukan penganiayaan. Jangankan
terhadap manusia dan binatang, bahkan mencabut atau menebang pepohonan pun
terlarang, kecuali kalau terpaksa, tetapi itupun harus seizin Allah, dalam arti
harus sejalan dengan tujuan-tujuan penciptaan dan demi kemaslahatan terbesar. Hal
ini diterangkan dalam QS. al-Hasyr (59): 5,[30]
“Apa saja yang kamu tebang dari pohon (kurma) atau kamu biarkan tumbuh, berdiri
diatas pokoknya, maka itu semua adalah atas izin Allah ...”
4.
Etka Terhadap Allah
Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan
kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji;
demikian agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu
menjangkau hakikat-Nya. Oleh sebab itu Al-Qurȃn mengajarkan kepada manusia
untuk memuji-Nya, Wa qul al-hamdulillah (Katakanlah "al-hamdulillah").
Dalam QS. An-Naml (27): 93, [31]
secara tegas dinyatakan bahwa: Allah…akan memperlihatkan kepadamu
tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Sedangkan Allah tidak
pernah luput dan lalai dari apa yang kamu kerjakan." QS. aș-Ṣaffȃt (37):
159-160) dan QS. asy-Syūrȃ (42): 5,[32]
menekankan untuk memuji kebesaran Allah, dan bahwa semua makhluk kecuali
nabi-nabi tertentu selalu menyertakan pujian mereka kepada Allah dengan
menyucikan-Nya dari segala kekurangan, “Dan tidak ada sesuatu pun kecuali
bertasbih (menyucikan Allah) sambil memuji-Nya.” (QS. al-Isra' (17): 44).[33]
[1] Mahasiswa Program Doktor, Program Pascasarjana (PPs) IAIN Raden
Intan Lampung Program Studi Hukum Keluarga T.A 2012/2013
[2] QS. Al-qalam (68):
4; “dan Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
Dan lihat Juga QS. Al-Ahzāb (33): 21; “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia menyebut Allah sebanyak-banyaknya”.
[3] Innama
buʻiśtu li utammima makārima al-akhlāk
[4] Hamzah Yaqub, Etika
Islam, CV. Diponegoro, Bandung, 1985, h. 12
[5] Hamzah Yaqub, Ibid,
h. 14
[6] Mukhlis Yusuf Arbi’, “Metodologi Penafsiran
Al-Qurȃn”, dipublikasikan melalui http://akangjabrik.wordpress.com
/2007/12/14/ metodologi-penafsiran-al-quran
%E2%80%99an/, diakses pada tanggal 20 Nopember 2012
[7] Piere Barutu , Harian Terbit, 6-12-12,
Melihat-Buramnya-Pernikahan-Aceng-Fikri, dan lihat: sosok.kompasiana.com/.../melihat-buramnya-pernikahan-aceng-fikri-...6
Des 2012
[8] Kementerian
Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya, (QS.
ar-Rum (30): 21), PT, TEHAZED, Jakarta, 2010.
[9]
…….Dia menciptakan manusia, mengajarnya pandai
berbicara, …. tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan, Kedua-duanya tunduk kepada
nya,… Dia meletakkan neraca (keadilan), …supaya kamu jangan melampaui batas
tentang neraca itu, …dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil… ..
[12] ¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4
[14] Ziaul Haque, Revolusi Islam di Bawah Bendera Laailaahaillallah,, Penerjemah, Halid Alkaf, (Jakarta: Darul Falah, 2000),
h.161
[16]Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury, Sirah
Nabawiyah, Penerjemah,Khatur Suhardi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar), h.
75
[18] Said Agil
Husin Al-Munawar, Hukum Islam & Pluralitas Sosial, Penamadani,
Jakarta, cet.2, 2005. h.168
[19]
VIVAnews, 5
Desember 2012
[21] * ×Aöqs% Ô$rã÷è¨B îotÏÿøótBur ×öyz `ÏiB 7ps%y|¹ !$ygãèt7÷Kt ]r& 3 ª!$#ur ;ÓÍ_xî ÒOÎ=ym
[22] $pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä w (#þqãèsùös? öNä3s?ºuqô¹r& s-öqsù ÏNöq|¹ ÄcÓÉ<¨Y9$# wur (#rãygøgrB ¼çms9 ÉAöqs)ø9$$Î/ Ìôgyfx. öNà6ÅÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 br& xÝt7øtrB öNä3è=»yJôãr& óOçFRr&ur w tbrâßêô±s?
[23] “Jangan meninggikan suaramu lebih dari suara
Nabi (saat berdialog), dan jangan pula mengeraskan suaramu (di hadapannya saat
beliau diam) sebagaimana (kerasnya) suara sebagian kamu terhadap sebagian yang
lain...”
[24]
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah
yang bukan rumahmu sebelum kamu meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya.”
[25] $ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ãNä3RÉø«tGó¡uÏ9 tûïÏ%©!$# ôMs3n=tB óOä3ãZ»yJ÷r& tûïÏ%©!$#ur óOs9 (#qäóè=ö7t zNè=çtø:$# óOä3ZÏB y]»n=rO ;Nº§tB 4 `ÏiB È@ö7s% Ío4qn=|¹ Ìôfxÿø9$# tûüÏnur tbqãèÒs? Nä3t/$uÏO z`ÏiB ÍouÎg©à9$# .`ÏBur Ï÷èt/ Ío4qn=|¹ Ïä!$t±Ïèø9$#
[28] $uZø¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷yÏ9ºuqÎ/ $·Z»|¡ômÎ) ( çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $\döä. çm÷Gyè|Êurur $\döä. ( ¼çmè=÷Hxqur ¼çmè=»|ÁÏùur tbqèW»n=rO #·öky 4 #Ó¨Lym #sÎ) x÷n=t/ ¼çn£ä©r& x÷n=t/ur z`Ïèt/ör& ZpuZy tA$s% Éb>u ûÓÍ_ôãÎ÷rr& ÷br& tä3ô©r& y7tFyJ÷èÏR ûÓÉL©9$# |MôJyè÷Rr& ¥n?tã 4n?tãur £t$Î!ºur ÷br&ur @uHùår& $[sÎ=»|¹ çm9|Êös? ôxÎ=ô¹r&ur Í< Îû ûÓÉLÍhè (Î ÇÊÎÈ
[29] $tBur `ÏB 7p/!#y Îû ÇÚöF{$# wur 9ȵ¯»sÛ çÏÜt Ïmøym$oYpg¿2 HwÎ) íNtBé& Nä3ä9$sVøBr& 4 ÇÌÑÈ
[30] $tB OçF÷èsÜs% `ÏiB >puZÏj9 ÷rr& $ydqßJçGò2ts? ºpyJͬ!$s% #n?tã $ygÏ9qß¹é& ÈbøÎ*Î6sù «!$# ... ÇÎÈ
@è%ur[31] È ßôJptø:$# ¬! ö/ä3Îãy ¾ÏmÏG»t#uä $pktXqèùÌ÷ètGsù 4 $tBur y7/u @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ès? ÇÒÌÈ
21. dan Katakanlah: "Segala puji bagi Allah, Dia akan
memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, Maka kamu akan
mengetahuinya. dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan".
%s3s?[32] ß ßNºuq»yJ¡¡9$# cö©ÜxÿtGt `ÏB £`ÎgÏ%öqsù 4 èps3Í´¯»n=yJø9$#ur tbqßsÎm7|¡ç ÏôJpt¿2 öNÍkÍh5u crãÏÿøótFó¡our `yJÏ9 Îû ÇÚöF{$# 3 Iwr& ¨bÎ) ©!$# uqèd âqàÿtóø9$# ãLìÏm§9$# ÇÎÈ
22. hampir saja langit itu pecah dari sebelah
atas (karena kebesaran Tuhan) dan malaikat-malaikat bertasbih serta memuji
Tuhan-nya dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada di bumi. Ingatlah,
bahwa Sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Penyayang.
[33] ßxÎm6|¡è@ ã&s! ßNºuq»uK¡¡9$# ßìö7¡¡9$# ÞÚöF{$#ur `tBur £`ÍkÏù 4 bÎ)ur `ÏiB >äóÓx« wÎ) ßxÎm7|¡ç ¾ÍnÏ÷Kpt¿2
... ÇÍÍÈ