Sabtu, 21 Desember 2013

ETIKA BERKELUARGA DALAM PERSPEKTIF AL-QURᾸN (Study Kasus Pernikahan Kilat Aceng Fikri)

Oleh: Khoirul Abror [1]

Tulisan 1 dari 2


A.    Pendahuluan

Istilah akhlak dan etika tidak bisa disamakan. Banyak orang yang beranggapan bahwa etika adalah bagian atau sinonim dari pada akhlak. Jika kita telaah akhlak lebih luas maknanya dari pada etika. Akhlak lebih bersifat batiniah (melekat di dalam jiwa manusia) dan mencakup berbagai aspek dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa) tidak bterkecuali terhadap keluarga.

Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam, sehingga setiap aspeknya selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia, yang lazim disebut akhlakul karimah. Kaum muslim mempunyai suri teladan dalam berakhlakul karimah. Nabi Muhammad Saw. merupakan orang yang berakhalakul karimah[2] Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh ahmad, Baihaqi, dan Malik yang artinya “aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”[3] Sedangkan etika hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah dan dibatasi pada aspek sopan santun antar sesama manusia. Etika diartikan sebagai watak kesusilaan atau adat kebiasaan[4]. Jika kita membahas tentang etika biasanya dikaitkan dengan kata moral. Yang juga diartikan sebagai adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan) dan menghindari perbuatan yang buruk.[5]
Sayyid Muhammad Al-Maliki, ulama besar dari kota Makkah, dalam bukunya Adȃbul Islȃm Fi Niẓȃmil Usraḥ, mengetengahkan adab, etika, dan akhlak pasangan suami-istri dalam berkeluarga. Dalam bukunya dijelaskan tentang pentingnya akhlak pergaulan baik dari pihak suami maupun istri. Keduanya sama-sama memiliki kewajiban dan keharusan untuk menjadikan akhlak rumah tangga nabi sebagai pedoman paripurna.
Bagi seorang suami hal pertama yang wajib diketahui dalam mempergauli istri adalah mengedepankan sikap welas asih, cinta, dan kelembutan. Dalam Al-Qurȃn, Allah berfirman:
4 £`èdrçŽÅ°$tãur Å$rã÷èyJø9$$Î/ 4 bÎ*sù £`èdqßJçF÷d̍x. #Ó|¤yèsù br& (#qèdtõ3s? $\«øx© Ÿ@yèøgsur ª!$# ÏmŠÏù #ZŽöyz #ZŽÏWŸ2 ÇÊÒÈ  
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (QS. An-Nisȃ’ (4): 19
Wahyu yang berupa kitab (al-Qurȃn) pada umumnya ditujukan kepada manusia secara umum dengan berbagai kondisi dan pola pikir yang berbeda. Sehingga sangat mungkin bahkan menjadi sebuah keharusan akan munculnya berbagai macam penafsiran yang beragam. Satu jawaban singkat dan logis dari penafsiran yang beragam ini adalah ketidaksamaan kemampuan manusia dalam memahami substansi wahyu. Dalam hadist disebutkan bahwa, “Kami para nabi diperintah untuk berkata kepada manusia (menyebarkan ajaran-Nya) sesuai dengan tingkatan kemampuan berpikirnya”.[6]
Dalam pernikahan kedua Aceng Fikri sebagaimana dilangsir beberapa harian media masa, tentu  banyak yang tersakiti;[7] diantaranya, keluarga besar dari isteri pertama, isteri kedua yang merasa terhinakan serta kaum wanita pada umumnya, pasangan pertama belum dicerai (masih hidup) pasti menderita karena pada dasarnya didalam hati tidak ada di dunia manapun wanita yang tegar saat dimadu, banyak cerita seorang ibu bisa menjadi lebih kuat (single fighter) ditinggal suami yang meninggal dunia daripada ditinggalkan/ cerai hidup oleh suaminya.
Berdasarkan uraian di atas kami akan menguraikan lebih lanjut tentang wawasan al-qur’an tentang “Etika Berkeluarga dalam Perspektif al-Qurȃn, (Study Kasus Pernikahan Kilat Aceng Fikri)”. Semoga dengan adanya pemaparan berikut dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kita dan bisa dijadikan bahan referensi pengetahuan agama.
B.     Pembahasan
1.      Etika Manusia sebagai khalifah
Telah dipaparkan dalam QS. Al-Baqaraḥ (2): 30
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ....
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."..... [8]
,ayat ini memaparkan bahwa, misi penciptaan manusia sebagai khalifah di muka bumi, artinya, tujuan Allah menciptakan manusia baik laki-laki atau perempuan untuk mengatur bumi dengan hukum keseimbangan (QS.Ar-Rahmān (55): 1-9)[9] , orang-orang yang melaksanakan tugas ini, dikatakan sebagai langkah pengabdian (QS. Aż-Żāriyāt (51): 56).[10]
Penciptaan manusia dan misinya, dikatakan Allah bukan suatu tindakan yang main-main atau yang bisa disepelekan (QS.Al-Mukminūn. (23): 115).[11] 
Terhadap orang yang tidak sanggup melaksanakan misi di atas, Allah akan menyiksa mereka dengan api yang sangat panas, dan mereka kekal didalamnya, sebaliknya siapa yang berhasil dengan baik akan mendapatkan kebahagiaan yang kekal, sesuai dengan tingkat perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukan, semakin besar perjuangan yang dilakukan, semakin besar kenikmatan yang diberikan (QS. Al-Māidaḥ (5): 2).[12]
QS. Al-Māidaḥ (5): 2, merupakan larangan Allah yang menginstruksikan kepada manusia untuk tidak melanggar syi'ar-syi'ar Allah, bahkan menginstruksikan untuk saling tolong-menolong dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan bukan untuk tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Berpijak dari penjelasan di atas, sudah seharusnya bagi muslim baik laki-laki maupun perempuan, selaku suami atau isteri, tua ataupun muda, memiliki kesadaran diri bahwa tujuan hidup yang harus dilaksanakan adalah Membangun masyarakat taqwa bukan membangun kebahagiaan diri sendiri, yang hanya mengusahakan kebahagiaan keluarga, atau hanya menciptakan manusia-manusia individualistic  saja.

Merujuk kepada wahyu Allah bahwa dalam diri Nabi Muhammad saw terdapat pelajaran dan teladan yang baik. QS. Al-Ahzȃb (33):21 ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”[13]. Dari ayat tersebut tergambar jelas bahwa dalam diri Muhammad saw ada teladan yang baik. Dengan demikian, kalau ada ahli sejarah menyatakan bahwa Muhammad saw penghasut dan mempunyai akhlak buruk adalah bertentangan dengan ayat tersebut; disisi lain, justeru beliau telah mendobrak jalan baru dalam cita-cita, kebiasaan zaman, dan tempat kediaman beliau.

Muhammad saw adalah Nabi revolusioner yang menerima wahyu dari Allah, wahyu tersebut sebagai landasan inspirasi perjuangan untuk melawan ordo ketimpangan, penindasan yang dibangun masyarakat Arab pada waktu itu. Sebagai Nabi revolusioner, Muhammad saw berjuang di atas kebenaran, kebesaran jiwa demi legalitas sosial.[14] Dengan Muhammad saw diutus untuk membebaskan manusia dari berbagai penindasan, intimidasi, pelecehan kemanusiaan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh para penindas. Muhammad saw menjadi pemimpin manusia yang bertujuan membangun masyarakat yang didasarkan pada nilai- nilai keimanan, legalitas sosial, persaudaraan. Juga diutus untuk membebaskan para budak, anak yatim, perempuan, kaum miskin dan lemah.[15]
Dapat dipahami dari kutipan tersebut bahwa Muhammad saw diutus untuk memberi kabar gembira, dengan membebaskan para budak, anak yatim dan kaum lemah. Perjuangan Muhammad saw dilandaskan pada wahyu Allah. Muhammad saw juga menjadi Nabi Modern yang merasakan pertentangan berkepanjangan antara kebajikan dan kebatilan yang ada dalam formasi sosial ekonomi, perjuangan kelas, perlawanan antara kaum tertindas dan penindas, tertekan dan penekan, budak dan majikan, pekerja tanah dan tuan tanah, antara yang kuat dan yang lemah.
Muhammad saw dilahirkan (tahun 570 M. menurut ahli sunah). Ahli sejarah lain menyatakan bahwa Rasulullah saw lahir pada tanggal 9 Rabiul Awwal, permulaan tahun Gajah, atau bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 April tahun 571 M.[16] dari salah satu keluarga terkemuka di Mekkah, menjadi anak piatu waktu masih muda, kemudian diasuh oleh seorang paman beliau yang melakukan perdagangan dengan kafilah. Kemudian menjadi wakil niaga seorang janda bernama Chadijah ra. yang kemudian diperistrikan, dan menghasilkan putra putri (di antaranya empat putri masih hidup waktu beliau wafat). Fakta-fakta tersebut biasa dan tidak menunjukkan kebesaran beliau dikemudian hari. Tetapi yang membuat nama beliau dikenang dan dikenal adalah karena akhlaknya yang baik dalam memimpin, baik sebagai Nabi maupun sebagai pemimpin negara. Bagaimana bila dikaitkan dengan kasus pernikahan kilat Aceng Fikri ?


Kasus kawin kilat ala Aceng H.M Aceng Fikri memberikan presiden buruk bagi citra masyarakat. Meskipun tidak ada yang aneh dan heboh dengan pernikahan Bupati Garut Aceng Fikri Dengan Fani Oktara ABG 18 Tahun ini, tapi yang justru bikin "garut-garut" kepala adalah sang istri Fani Oktara, hanya berstatus istri Bupati Aceng hanya selama 4 hari, yang kemudian diceraikan hanya lewat SMS. Bagaimana etika seorang pemimpin Negara dan pemimpin rumah tangga dalam hal ini?? Sungguh ironis.
Fani Oktara merasa dilecehkan oleh sang Bupati setelah dirinya hanya dinikahi selama 4 hari karena dianggap tidak perawan.[17] Kalau memang itu alasan Aceng Fikri yang pokok, mengapa tidak dibicarakan terlebih dahulu? Mengapa secara tiba-tiba begitu saja diceraikan tanpa alasan yang konkrit?, dan alasan itu hanya muncul setelah pihak isteri mengadukan persoalannya, dan terkuak di media masa?
Jika melihat cara Bupati Garut Aceng Fikri menikahi Fani Oktara gadis berumur 18 tahun ini, sepertinya mirip dengan kasus Walikota Bogor Diani Budiarto yang juga menikahi gadis muda. Betapa enaknya jadi pejabat kaya. Bukankah etika kemimpinan semacam itu berseberangan degan konsep al-qur`an sebagaiman dicontohkan Rasulullah di atas? 
2.      Etika Terhadap Sesama Manusia.

Berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Seyogyanya manusia menjadi masyarakat utama,[18] ummatan wahidaḥ, ummatan wasața, dan khairu ummat. Banyak sekali rincian petunjuk yang dikemukakan Al-Qurȃn. mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang dibelakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah, walaupun sambil memberikan materi kepada yang disakiti hatinya itu.

Contoh Kasus: Pernikahan siri Aceng dengan Fani Oktora terjadi 14 Juli 2012 lalu. Pernikahan hanya berlangsung singkat, empat hari. Melalui pesan singkat (SMS), pada tanggal 17 Juli 2012 Aceng menceraikan Fani. Kabar yagn tidak sedap ini  didengar publik dan lalu mengelinding bak bola salju. Beberapa tokoh politik hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menanggapinya. Tak hanya menjadi isu nasional, kasus pernikahan siri kilat ini juga diangkat beberapa media internasional terkemuka. 
Salah satunya adalah harian terbesar di Inggris, The Guardian, yang memberitakan kasus Aceng dengan judul besar-besar: "Indonesians protest over Garut chief's text-message divorce".
"Aceng Fikri, Bupati di provinsi Jawa Barat, menikahi Fani Oktora yang berusia 17 tahun sebagai istri keduanya pada Juli lalu. Namun Fikri, 40, menceraikannya dengan cepat melalui SMS, menuduh wanita itu sudah tidak perawan lagi ketika menikah. Aceng mengatakan dia telah menghabiskan sekitar US$26.000 (Rp250 juta) untuk pernikahannya," tulis The Guardian, 4 Desember 2012.[19] Analisa penulis, bahwa Aceng bedalih menceraikan fani, karena tidak perawan, dan seolah-olah nilai perkawinanya dapa diukur dengan nilai uang sebesar 250 juta; sementara nilai kekecewaan seorang perempuan yang menjadi korban pernikahan sirri itu, bukan nilai uang yang menjadi standar ukurannya.
BBC, kantor berita pemerintah Inggris, tak mau ketinggalan. Dengan judul "Outrage after Indonesian official divorces teenage bride", BBC mengatakan bahwa Aceng adalah suami dengan tiga anak yang menikahi seorang remaja tanggung. BBC juga mengutip pernyataan Aceng yang meminta maaf kepada wanita di Indonesia, namun merasa tidak bersalah. "Saya ingin meminta maaf kepada publik jika ada wanita yang tersinggung. Walaupun yang saya lakukan ini sudah berdasarkan hukum syariah," ujar Aceng dikutip BBC. Menyikapi pemberitaa ini, seorang Aceng menyimpan rasa bersalah (ingin meminta maaf), namun disatu sisi Aceng tidak mengakui akan kesalahannya.
Media besar di Amerika Serikat tak mau ketinggalan. Salah satunya Huffington Post. Media ini menulis bahwa kasus Aceng telah menjadi isu nasional yang membuat pemerintah Indonesia gerah. "Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dilaporkan mendiskusikan masalah ini dengan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan pada Selasa saat dia berkunjung ke provinsi itu," tulis Huffington Post.
Lebih gawat lagi, tak hanya pernikahan sirinya dengan Fani, Bupati Aceng juga tersandung kasus pernikahan serupa yang lain. Belakangan, adalah Shinta Larasati yang mengaku dinikahi Aceng hanya dua bulan saja. Pernikahan itu terjadi Maret hingga Juni 2011. Berangkat dari pemberitaan ini, dapat ditangkap bahwa seorang Aceng, bukan baru pertama kalinya menikah; disisi lain pernikahannya dengan (Larasasti) yang juga begitu singkat, menunjukan bahwa aceng hanya mengutamakan factor biologis terhadap wanita-wanita muda yang diperoleh melalui jalan nikah Sirri. Walaupun pernikahannya dengan Shinta ini, dibantah oleh pengacara Aceng yang  Ujang Suja'i, yang mengutip "Kata Pak Bupati itu tidak benar," [20](VIVAnews, 5 Desember 2012).
Berikut dikemukakan beberapa ayat al-Qurȃn yang ada relevansinya dengan etika sesama manusia:

a.       QS. Al-Baqaraḥ (2): 263, berkenaan dengan “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang disertai dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima).” [21]

b.      QS. al-Hujurȃt (49): 2,[22] pesan al-Qurȃn agar setiap orang hendaknya didudukkan secara wajar. Nabi Muhammad SAW. misalnya dinyatakan sebagai manusia seperti manusia yang lain, namun dinyatakan pula bahwa beliau adalah Rasul yang memperoleh wahyu dari Allah. Itulah sebabnya beliau berhak memperoleh penghormatan melebihi manusia 1ain. Karena itu, Al-Quran berpesan kepada orang-orang Mukmin.[23]

c.       QS. An-Nūr (24): 63, pesan al-Qurȃn untuk tidak menyamakan panggilan nama Rasullulah, seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain).” Petunjuk ini berlaku kepada setiap orang yang harus dihormati.

d.      QS. an-Nūr (24): 27, yang menekankan perlunya privasi (kekuasaan atau kebebasan pribadi).[24] Dalam surat lain, QS. An-Nūr (24): 58. dijelaskan: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak lelaki dan wanita yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig diantara kamu meminta izin kepada kamu tiga kali (yaitu waktu) sebelum șalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)-mu ditengah hari, dan sesudah șalat isya ...” [25]

e.       QS. an-Nisȃ' (4): 86 tentang “kewajiban menjawab salam, dengan salam yang serupa, bahkan juga dianjurkan agar dijawab dengan salam yang lebih baik.”

f.       QS. a1-Baqarah (2): 83, tentang anjuran agar setiap ucapan haruslah “ucapan yang baik kepada siapapun”, sama adakah dengan orang lain terlebih diantara keluarga. Bahkan lebih tepat jika kita berbicara sesuai dengan keadaan dan kedudukan mitra bicara, serta harus berisi perkataan yang benar, sebagaimana dijelaskan dalam QS. al-Ahzȃb (33): 70) “Dan katakanlah dengan perkataan yang benar.” [26]

g.      Akhlak terhadap sesama manusia juga meliputi akhlak terhadap orang tua, dan dijelaskan dalam QS. Al-Isrȃ’ (17): 23-24.[27] “Dan Tuhanmu menetapkan bahwa janganlah kamu menyembah melainkan kepadaNya, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak. Jika sampai salah seorang mereka itu atau keduanya telah tua dalam pemeliharaanmu (berusia lanjut), maka janganlah engkau katakan kepada keduanya “ah”, dan janganlah engkau bentak keduanya, dan berkatalah kepada keduanya perkataan yang mulia.

h.      Masih ada lagi akhlak terhadap orang tua agar berbuat baik kepada mereka, yang dijelaskan dalam QS. Al-Ahqȃf (46): 15 “Dan Kami telah perintahkan manusia untuk berbuat baik kepada ibu-bapaknya. …Dia mengandungnya sampai masa menyapihnya…, sehingga apabila anak itu mencapai dewasa dan mencapai usia empat puluh tahun, dia berkata, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk supaya aku mensyukuri nikmatMu yang Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat mengerjakan amal saleh yang Engkau meridhainya, dan berilah kebaikan kepadaku (juga) pada keturunanku…”. [28]

Ayat ini juga menyuruh kita untuk berbuat baik kepada orang tua, karena suatu hari nanti kita pun akan menjadi orang tua yang mana akan memiliki keturunan, maka hendaknya kita bertaubat dan mensyukuri atas apa yang dianugerahkan Allah SWT pada kita dan selalu mengerjakan amal sholeh seperti yang telah di perintahkan Allah SWT. Serta tak lupa juga kita berdoa kepada-Nya, agar kita dan keturunan-keturunan kita selalu diberi kebaikan oleh Allah.

Pada kenyataannya, fenomena yang terjadi dimasyarakat pada zaman modern seperti sekarang ini, seringkali orang tua diperlakukan sebagai pembantu bukan diperlakukan selayaknya sebagai orang tua. Misalnya seorang anak yang sudah sukses dan berkeluarga biasanya anaknya dititipkan pada orang tuanya untuk mengasuh dan merawat anaknya dengan alasan mereka sibuk bekerja. Fenomena lain yang terjadi di masyarakat adalah perilaku anak yang berakhlak mażmumah, hal ini dapat diatasi dengan cara mengingatkan secara terus-menerus, mencari sebab mengapa anak tersebut berperilaku yang tidak baik, lalu menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan permasalahannya.

3.   Etika Terhadap Lingkungan

Yang dimaksud lingkungan disini adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah "umat" Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik. Karena itu dalam QS. al-Anʻȃm (6): 38 [29] ditegaskan bahwa binatang melata dan burung-burung pun adalah umat seperti manusia juga, sehingga semuanya --seperti ditulis Al-Qurthubi (W. 671 H) didalam tafsirnya-- "Tidak boleh diperlakukan secara aniaya."

Jangankan dalam masa damai, dalam saat peperangan pun terdapat petunjuk al-Quran yang melarang melakukan penganiayaan. Jangankan terhadap manusia dan binatang, bahkan mencabut atau menebang pepohonan pun terlarang, kecuali kalau terpaksa, tetapi itupun harus seizin Allah, dalam arti harus sejalan dengan tujuan-tujuan penciptaan dan demi kemaslahatan terbesar. Hal ini diterangkan dalam QS. al-Hasyr (59): 5,[30] “Apa saja yang kamu tebang dari pohon (kurma) atau kamu biarkan tumbuh, berdiri diatas pokoknya, maka itu semua adalah atas izin Allah ...”

4.      Etka Terhadap Allah

Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya. Oleh sebab itu Al-Qurȃn mengajarkan kepada manusia untuk memuji-Nya, Wa qul al-hamdulillah (Katakanlah "al-hamdulillah"). Dalam QS. An-Naml (27): 93, [31] secara tegas dinyatakan bahwa: Allah…akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Sedangkan Allah tidak pernah luput dan lalai dari apa yang kamu kerjakan." QS. aș-Ṣaffȃt (37): 159-160) dan QS. asy-Syūrȃ (42): 5,[32] menekankan untuk memuji kebesaran Allah, dan bahwa semua makhluk kecuali nabi-nabi tertentu selalu menyertakan pujian mereka kepada Allah dengan menyucikan-Nya dari segala kekurangan, “Dan tidak ada sesuatu pun kecuali bertasbih (menyucikan Allah) sambil memuji-Nya.” (QS. al-Isra' (17): 44).[33]

Dapat dipahami semua itu menunjukkan bahwa makhluk tidak dapat mengetahui dengan baik dan benar betapa kesempurnaan dan keterpujian Allah Swt. Itu sebabnya mereka sebelum memuji-Nya bertasbih terlebih dahulu dalam arti menyucikan-Nya. Jangan sampai pujian yang mereka ucapkan tidak sesuai dengan kebesaran-Nya. Bertitik tolak dari uraian mengenai kesempurnaan Allah, tidak heran kalau Al-Qurȃn memerintahkan manusia untuk berserah diri kepada-Nya, karena segala yang bersumber dari-Nya adalah baik, benar, indah, dan sempurna.


[1] Mahasiswa Program Doktor, Program Pascasarjana (PPs) IAIN Raden Intan Lampung Program Studi Hukum Keluarga T.A 2012/2013
[2] QS. Al-qalam (68): 4; “dan Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”. Dan lihat Juga QS. Al-Ahzāb (33): 21; “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia menyebut Allah sebanyak-banyaknya”.

[3] Innama buʻiśtu li utammima makārima al-akhlāk

[4] Hamzah Yaqub, Etika Islam, CV. Diponegoro, Bandung, 1985, h. 12

[5] Hamzah Yaqub, Ibid, h. 14
[6] Mukhlis Yusuf Arbi’, “Metodologi Penafsiran Al-Qurȃn”, dipublikasikan melalui http://akangjabrik.wordpress.com /2007/12/14/ metodologi-penafsiran-al-quran  %E2%80%99an/, diakses pada tanggal 20 Nopember 2012
[7] Piere Barutu , Harian Terbit,  6-12-12, Melihat-Buramnya-Pernikahan-Aceng-Fikri, dan lihat:  sosok.kompasiana.com/.../melihat-buramnya-pernikahan-aceng-fikri-...6 Des 2012


[8] Kementerian Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya, (QS. ar-Rum (30): 21), PT, TEHAZED, Jakarta, 2010.
[9] …….Dia menciptakan manusia, mengajarnya pandai berbicara, …. tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan, Kedua-duanya tunduk kepada nya,… Dia meletakkan neraca (keadilan), …supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu, …dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil… ..
$tBur[10]  àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9  

OçFö7Å¡yssùr& [11] ó $yJ¯Rr& öNä3»oYø)n=yz $ZWt7tã öNä3¯Rr&ur $uZøŠs9Î) Ÿw tbqãèy_öè? 9                                 
[12]  ¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4
[13] QS. Al-Ahzab (33):21
[14] Ziaul Haque, Revolusi Islam di Bawah Bendera Laailaahaillallah,, Penerjemah, Halid Alkaf, (Jakarta: Darul Falah, 2000), h.161
[15]Ibid., h.162
[16]Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, Penerjemah,Khatur Suhardi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar), h. 75
[18] Said Agil Husin Al-Munawar, Hukum Islam & Pluralitas Sosial, Penamadani, Jakarta, cet.2, 2005. h.168


[19]  VIVAnews, 5 Desember 2012
[20] VIVAnews, 5 Desember 2012.
[21] * ×Aöqs% Ô$rã÷è¨B îotÏÿøótBur ׎öyz `ÏiB 7ps%y|¹ !$ygãèt7÷Ktƒ ]Œr& 3 ª!$#ur ;ÓÍ_xî ÒOŠÎ=ym  

[22] $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#þqãèsùös? öNä3s?ºuqô¹r& s-öqsù ÏNöq|¹ ÄcÓÉ<¨Y9$# Ÿwur (#rãygøgrB ¼çms9 ÉAöqs)ø9$$Î/ ̍ôgyfx. öNà6ÅÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 br& xÝt7øtrB öNä3è=»yJôãr& óOçFRr&ur Ÿw tbrâßêô±s?  

[23] “Jangan meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi (saat berdialog), dan jangan pula mengeraskan suaramu (di hadapannya saat beliau diam) sebagaimana (kerasnya) suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain...”

[24] “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum kamu meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya.”
[25] $ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ãNä3RÉø«tGó¡uŠÏ9 tûïÏ%©!$# ôMs3n=tB óOä3ãZ»yJ÷ƒr& tûïÏ%©!$#ur óOs9 (#qäóè=ö7tƒ zNè=çtø:$# óOä3ZÏB y]»n=rO ;Nº§tB 4 `ÏiB È@ö7s% Ío4qn=|¹ ̍ôfxÿø9$# tûüÏnur tbqãèŸÒs? Nä3t/$uÏO z`ÏiB ÍouŽÎg©à9$# .`ÏBur Ï÷èt/ Ío4qn=|¹ Ïä!$t±Ïèø9$#
[26] $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#qä9qè%ur Zwöqs% #YƒÏy ÇÐÉÈ   
ÙÏÿ÷z$#ur[27] ô $yJßgs9 yy$uZy_ ÉeA%!$# z`ÏB ÏpyJôm§9$# @è%ur Éb>§ $yJßg÷Hxqö$# $yJx. ÎT$u­/u #ZŽÉó|¹ ÇËÍÈ  
[28] $uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒyÏ9ºuqÎ/ $·Z»|¡ômÎ) ( çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $\döä. çm÷Gyè|Êurur $\döä. ( ¼çmè=÷Hxqur ¼çmè=»|ÁÏùur tbqèW»n=rO #·öky­ 4 #Ó¨Lym #sŒÎ) x÷n=t/ ¼çn£ä©r& x÷n=t/ur z`ŠÏèt/ör& ZpuZy tA$s% Éb>u ûÓÍ_ôãÎ÷rr& ÷br& tä3ô©r& y7tFyJ÷èÏR ûÓÉL©9$# |MôJyè÷Rr& ¥n?tã 4n?tãur £t$Î!ºur ÷br&ur Ÿ@uHùår& $[sÎ=»|¹ çm9|Êös? ôxÎ=ô¹r&ur Í< Îû ûÓÉL­ƒÍhèŒ (Î ÇÊÎÈ  

[29] $tBur `ÏB 7p­/!#yŠ Îû ÇÚöF{$# Ÿwur 9ŽÈµ¯»sÛ çŽÏÜtƒ Ïmøym$oYpg¿2 HwÎ) íNtBé& Nä3ä9$sVøBr& 4  ÇÌÑÈ   

[30] $tB OçF÷èsÜs% `ÏiB >puZŠÏj9 ÷rr& $ydqßJçGò2ts? ºpyJͬ!$s% #n?tã $ygÏ9qß¹é& ÈbøŒÎ*Î6sù «!$# ... ÇÎÈ  

@è%ur[31] È ßôJptø:$# ¬! ö/ä3ƒÎŽãy ¾ÏmÏG»tƒ#uä $pktXqèù̍÷ètGsù 4 $tBur y7/u @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ès? ÇÒÌÈ  
21. dan Katakanlah: "Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, Maka kamu akan mengetahuinya. dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan".

Š%s3s?[32] ß  ßNºuq»yJ¡¡9$# šcö©ÜxÿtGtƒ `ÏB £`ÎgÏ%öqsù 4 èps3Í´¯»n=yJø9$#ur tbqßsÎm7|¡ç ÏôJpt¿2 öNÍkÍh5u šcrãÏÿøótFó¡our `yJÏ9 Îû ÇÚöF{$# 3 Iwr& ¨bÎ) ©!$# uqèd âqàÿtóø9$# ãLìÏm§9$# ÇÎÈ  
22. hampir saja langit itu pecah dari sebelah atas (karena kebesaran Tuhan) dan malaikat-malaikat bertasbih serta memuji Tuhan-nya dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa Sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Penyayang.

[33] ßxÎm6|¡è@ ã&s! ßNºuq»uK¡¡9$# ßìö7¡¡9$# ÞÚöF{$#ur `tBur £`ÍkŽÏù 4 bÎ)ur `ÏiB >äóÓx« žwÎ) ßxÎm7|¡ç ¾ÍnÏ÷Kpt¿2 ... ÇÍÍÈ