1.
Tujuan Ibadah
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan dimuliakan (Q.S.
95. At-Tin: 4); dan manusia diciptakan oleh Allah dimuka bumi ini bukan sekedar
untuk hidup di dunia tanpa pertanggungan jawab[1],
tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah, hal ini dapat dipahami
dari firman Allah (QS.23 Al-Mukminun: 115)
اَفَحَسِبْتُمْ
اَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَاَنَّكُمْ إِلَيْنَا لاَ تُرْجَعُوْنَ (المؤمنون
ـ ةا ا )
Artinya: Apakah kamu kira, bahwa sesungguhnya Kami ciptakan kamu
secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak kembali kepada kami? [2]
Fiman Allah dalam Q.S.51 Aż-Źȃriyat: 56
وَمَاخَلَقْتُ
الْجِنَّ وَاْلاءِنْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُونَ (الذاريات: ٥٦)
Artinya: Dan tidak aku ciptakan Jin dan Manusia, melainkan untuk
beribadah kepadaku (menyembahku) .[3]
Dapat dipahami, bahwa Jin dan manusia diciptakan untuk beribadah,
maka yang menarik untuk dipahami adalah apakah tujuan beribadah itu?
Tujuan pokok beribadah adalah: Pertama, untuk
menghadapkan diri kepada Allah dan mengkonsentrasikan niat dalam setiap keadaan,
agar mencapai derajat yang lebih tinggi (mencapai taqwa). Kedua, agar
terciptanya suatu kemaslahatan dan menghindarkan diri dari perbuatan keji dan
mungkar; Artinya, manusia itu tidak terlepas dari disuruh dan dilarang,
mengerjakan perintah dan menjauhi larangan, maka berlakulah pahala dan siksa,
itulah inti dari ibadah
2.
Hakikat Ibadah
Hasbi As-Ṣiddiqi[4],
seorang cendikiawan Muslim dalam kitabnya Kuliah Ibadah mengemukakan bahwa
hakikat ibadah ialah:
خُضُوْعُ الرُّوْحِ
يَنْشَأُ عَنْ اِسْتِشْعَارِ الْقَلْبَ بِمُحَبَّةِ الْمَعْبُوْدِ وَعَظَمَتِهِ
اِعْتِقَادًا بِأَنَّ لِلْعَالَمِ سُلْطَانًا لاَ يُدْرِكُهُ الْعَقْلُ
حَقِيْقَتَةُ
Artinya: Ketundukan jiwa yang timbul dari hati yang merasakan cinta
terhadap Tuhan yang disembah dan merasakan kebesarannya, meyakini bahwa bagi
alam ini ada penguasanya, yang tidak dapat diketahui oleh akal hakikatnya.
Seiring dengan itu hakikat ibadah dapat berarti:
اسْتِعْبَادُ
الرُّوْحِ وَاِخْضَاعُهَا لِسُلْطَانٍ غَيْبِيِّ لاَيُحِيْطُ بِهِ عِلْمًا وَلاَ
يُعْرفُ لَهُ كُنْهًا
Artinya: Memperhambakan dan menundukan jiwa kepada kekuasaan yang
gaib, yang tidak dapat diselami dengan ilmu dan tidak dapat diketahui
hakikatnya.
Ibnu Kaśir, salah seorang ilmu tafsir mengemukakan bahwa hakikat
ibadah itu adalah:
عِبَارَةٌ
عَمَّا يَجْمَعُ كَمَالِ الْمَحَبَّةِ وَالْخُضُوْعِ وَالْخَوْفِ
Artinya: Himpunan dari semua rasa cinta, tunduk dan takut yang
sempurna (kepada Allah).
Mencermati beberapa definisi yang dikemukakan tentang hakikat
ibadah di atas, dapat ditarik suatu pemahaman, bahwa Hasbi As-Ṣiddiqi
memberikan tekanan bahwa, seorang mukallaf tidaklah dipandang beribadah (belum
sempurna ibadahnya) bila seseorang itu hanya mengerjakan ibadah dengan pengertian
fuqaha atau ahli uşul saja; Artinya disamping ia beribadah sesuai dengan
pengertian yang dipaparkan oleh para fuqaha, diperlukan juga ibadah sebagaimana
yang dimaksud oleh ahli yang lain seperti ahli tauhid, ahli akhlak dan lainnya.
Dan apabila telah terkumpul padanya pengertian-pengertian tersebut, barulah
padanya terdapat “Hakikat Ibadah”[5]
3.
Hikmah Ibadah
Ada beberapa hal dibalik keutamaan dan diwajibkannya beribadah;
Allah memerintahkan dan mewajibkan bagi kita untuk beribadah itu, sudah barang
tentu Allah telah mengetahui hikmah dibalik perintahnya tersebut; Dasar pijak
Allah memparḑukan dan menetapkan pokok-pokok yang diwajibkan itu karena
terdapat hikmah bahwa:
Allah mewajibkan beriman, dengan maksud untuk membersihkan
hati dari syirik, kewajiban Shalat untuk mensucikan diri dari takabbur, diwajibkannya
zakat untuk menjadi sebab diperolehnya rizki, mewajibkan berpuasa
untuk menguji kesabaran keikhlasan manusia, mewajibkan haji untuk
mendekatkan umat Islam antara satu dengan yang lainnya, mewajibkan jihad untuk
kebenaran Islam, mewajibkan amar ma’ruf untuk kemaslahatan orang ‘awam, mewajibkan
nahi munkar untuk menjadikan cambuk bagi orang-orang yang kurang akalnya.
Allah mewajibkan qişaş untuk memelihara dan menghargai darah
manusia, menegakkan hukum pidana untuk membuktikan bahwa betapa besarnya
keburukan dari barang yang diharamkan, mewajibkan untuk menjauhkan diri dari
minuman yang memabukkan dimaksudkan untuk memelihara akal, mewajibkan untuk
menjauhkan diri dari pencurian dimaksudkan untuk mewujudkan pemeliharaan
harta dan diri, mewajibkan kita menjauhi zina (juga lesbian dan homosex)
dimaksudkan untuk memelihara keturunan, memperbanyak keturunan, mewajibkan
suatu kesaksian untuk memperlihatkan sesuatu yang benar itu adalah benar,
mewajibkan menjauhi dusta untuk memuliakan dan menghargai kebenaran, mewajibkan
perdamaian dimaksudkan untuk memelihara amanah untuk menjaga keseragaman
hidup menuju jalan-jalan lurus, dan mewajibkan taat untuk menghormati
dan menjunjung tinggi nilai-nilai kepemimpinan dalam suatu Negara[6].
Dapat dipahami bahwa, dengan mempelajari hikmah
ibadah, mudah-mudahan dapat terlaksana kekhusukan, keikhlasan dan kenyamanan,
sehingga pelaksanaan ibadah dapat tercapai sesuai kehendak Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar