Oleh: Drs. Khoirul Abror, M.H[2]
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ
أَكْبَرُ x3
اللهُ
أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ
بُكْرَةًوَأَصِيْلًا
لَا
إِلَهَ إِلّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلّا إِيّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْن
وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْن، وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْن، وَلَوْ كَرِهَ
الْمُنَافِقُوْن. لَا إِلَهَ إِلّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ
عَبْدَهُ وَأَعَزّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ،
لَا إِلَهَ إِلّا اللهُ وَاللهُ
أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْد.
إِنّ
الْحَمْدَ لِلّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا
مُرْشِدًا، أَشُهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ، اللّهُمّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَحَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا مُحَمَّدٍ أَشْرَفِ
الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن،
أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِالتَّقْوَى
فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى
قَالَ
اللهُ سبحانه وتَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْعَزِيْز، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ الله الرَّحْمنِ الرَّحِيْم: ((يَا آيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا ادْخُلُوْا فِيْ السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوْا
خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ)) (سورة البقرة:208)
وقال
تعالى أيضا: ((قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا)) (سورة
الشمس:9-10)
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ
أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْد- جماعة عيدالفطر رحمكم الله
Fajar 01 Syawal telah menyingsing, mayoritas kaum muslimin
telah bergegas dengan pakaian yang bersih, rapih, bahkan berpakaian yang baru;
mereka beramai-ramai, berduyun-duyun menuju; ada yang ke-lapangan terbuka,
ke-Masjid, ke-Mushalla, termasuk ke-Masjid Ar-rahman yang elok ini; tujuannya
hanya satu: yaitu bersama-sama ruku’ dan sujud dihadapan Allah Yang Maha Kuasa,
sambil mengakui betapa maha besarnya Allah dan betapa kecil dan rendahnya
manusia dihadapannya.
Betapapun tingginya kedudukan diantara kita, betapa
mulyanya, harumnya, tenarnya nama seseorang diantara kita, pada saat yang sama
ini, kita juga menundukan kepala bersama-sama dengan menerka yang hina, kita bersujud
mencium sajadah diatas lantai masjid Ar-Rahman sebagai pusat ibadah RT…. dan
sekitarnya, hal ini mengingatkan kita semua berasal dari tanah dan akan kembali
kepada tanah juga.
Kita sama-sam berdiri, sujud, ruku’ berlaskan permadani dan
sajadah, mengingatkan kita bahwa hakikat kita adalah sama dihadapan Allah.
Bukan keudukan duniawi seperti harta, pangkat, pujian orang lain yang
membedakan kemulyaan manusia itu dihadapan Allah, tetapi yang paling beriman
dan bertaqwalah yang paling mulya disisi Allah.
$pkr'¯»t
â¨$¨Z9$#
$¯RÎ)
/ä3»oYø)n=yz
`ÏiB
9x.s
4Ós\Ré&ur
öNä3»oYù=yèy_ur
$\/qãèä©
@ͬ!$t7s%ur
(#þqèùu$yètGÏ9
4
¨bÎ)
ö/ä3tBtò2r&
yYÏã
«!$#
öNä39s)ø?r&
4
ÇÊÌÈ
Artinya:
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu”. (QS. Al-Hujurat
(49): 13)
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ
أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْد- جماعة عيدالفطر رحمكم الله
Allah SWT selalu melimpahkan ni`mat dan karuniaNya bagi kita
dalam setiap saat, tidak ada satu detikpun hidup yang kita jalani kecuali pada
saat itu ada ni`mat Allah yang menyertai kita, udara yang sedang kita hirup,
darah yang masih mengalir di tubuh kita, denyut jantung yang tak pernah
berhenti, serta ni`mat-ni`mat yang lainnya yang takkan pernah bisa kita hitung
jumlahnya. Itu artinya bahwa Allah SWT tidak pernah melupakan hambaNya meskipun
sesaat, akan tetapi hambaNyalah yang selalu melupakan Dia, bahkan sebagian dari
hamba Allah itu justru menggunakan ni`mat yang diberikan untuk berbuat maksiat
kepadaNya, untuk itu mari kita sadari dan kita renungkan, semoga kita tidak
termasuk kedalam golongan tersebut, akan tetapi kita harus menjadi hambaNya yang
bersyukur agar ni`mat itu selalu bertambah bagi kita. Allah SWT berfirman:
(( لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ
وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ )) (سورة إبراهيم: 7)
“Jika kalian bersyukur terhadap nikmatku niscaya akan aku
tambah ni`mat tersebut, tetapi jika kalian kufur sungguh azabKu sangatlah
pedih” (Q.S. Ibrahim: 7 )
الله
اَكْبَر اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَلِلهِ الحَمْدُ
Pada hari yang mulia ini umat Islam di barbagai belahan
dunia beramai-ramai melantunkan kata-kata Takbir, Tahmid dan Tahlil sebagai
wujud rasa bahagia dalam menyambut hari kemenangan. Mereka semua berbahagia
karena sebulan penuh telah berhasil melawan hawa nafsu, serta mengisi
detik-detik waktunya dengan berbagai macam bentuk kebaikan yang akan
mendekatkan diri mereka kepada Allah SWT. Berpuasa di siang hari, shalat di
malam hari, memperbanyak tilawah Al-Quran, berdo`a dan beristighfar, berinfaq
dan bersedekah, menjalin hubungan silaturrahim, dan lain sebagainya, seraya
berharap semua kebaikan tersebut diterima hendaknya oleh Allah SWT dan dapat
memperpanjang catatan amalan kebaikan kita yang akan diperlihatkan di akhirat
kelak.
Meskipun demikian ada satu hal yang harus diketahui bahwa
kebahagiaan yang terpancar di raut wajah hari ini memiliki dua kemungkinan,
sebahagian dari mereka ada yang berbahagia karena sedang menyambut kemenangan
dirinya sendiri, sementara sebahagian yang lain ada pula yang berbahagia tapi
sekedar merayakan kemenangan orang lain. Dalam hal ini kita tidak dianjurkan
untuk menilai orang lain, kita hanya dituntut untuk merenungkan diri kita
masing-masing, apakah kita sekarang benar-benar sedang merayakan kemenangan
diri kita sendiri, ataukah sedang berpura-pura bahagia dalam menyambut
kemenangan orang lain. Kita semua berharap semoga Allah SWT memberikan
kebahagiaan yang sesungguhnya kepada kita bersama, amin.
Orang yang berbahagia sesungguhnya adalah mereka yang telah
mendapatkan ampunan dan maghfirah Allah SWT karena telah memanfaatkan
detik-detik Ramadhan secara maksimal untuk berbagai bentuk kebaikan yang
dilaksanakan atas dasar iman dan penuh harapan. Sesuai dengan sabda Nabi SAW:
(مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ) (رواه البخاري ومسلم)
Atinya:"Siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan
dengan penuh iman dan mengharapkan pahala dan ampunan maka diampuni
dosa-dosanya yang telah berlalu” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
(
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ) (رواه البخاري ومسلم)
Artinya:“siapa yang menghidupkan malam ramadhan
dengan dasar iman dan mengharapkan pahala dan ampunan, maka diampuni
dosa-dosanya yang telah berlalu” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
الله
ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Perbuatan dan amal baik yang sudah menjadi kebiasaan
umat Islam untuk dilakukan selama Ramadhanو diharapkan mampu membentuk karakter
dan tabi`at mereka untuk berbuat hal yang sama setelah Ramadhan berlalu,
janganlah pernah menjadikan Ramadhan sebagai topeng dalam kehidupan kita, tapi
jadikanlah sebagai wajah asli kita dalam menjalani sebelas bulan kehidupan
berikutnya.
Apabila selama Ramadhan kita selalu menyempatkan diri untuk
membaca Al-Quran, mendatangi masjid untuk shalat berjama`ah, bangun di
sepertiga malam untuk sahur dan tahajjud, berempati terhadap fakir miskin,
meneteskan air mata saat bermunajat dan bersimpuh di hadapan Allah SWT, serta
berbagai kebaikan lainnya, maka janganlah sampai kebaikan-kebaikan tersebut
menjadi wajah indah kita yang bersifat sesaat, akan tetapi jadikanlah ia
sebagai perhiasan jiwa yang tetap bertahan dan terlaksana setelah Ramadhan
meninggalkan kita.
Oleh karena itu, hari raya idul fitri yang dijadikan sebagai
agenda terakhir dari seluruh rangkaian ibadah Ramdhan, pada hakikatnya bukanlah
saat-saat berakhirnya peluang untuk mendulang kebaikan, tapi justru sebaliknya
bahwa idul fitri adalah saat awal memulai kehidupan baru dengan hati
yang baru dan semangat yang baru pula.
قال
عمر بن عبد العزيز: لَيْسَ الْعَيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ
إِنَّمَا الْعَيْدُ لِمَنْ خَافَ يَوْمَ الْوَعِيْدِ
Umar Bin Abdul Aziz berkata:
Hari raya itu bukanlah milik orang yang memakai pakaian baru, Akan
tetapi hari raya adalah milik orang yang takut dengan hari
pembalasan
وقال
آخر:لَيْسَ الْعَيْدُ لِمَنْ تَجَمَّلَ بِالرُّكُوْبِ إِنَّمَا الْعَيْدُ
لِمَنْ غُفِرَتْ لَهُ الذُّنُوْبُ
Tidaklah hari raya itu buat yang memiliki kendaraan mewah, Akan tetapi hari raya itu buat orang yang dosanya
terampuni
وقال
الحسن البصري: " كُلُّ يَوْمٍ لَا يُعْصَى اللهُ فِيْهِ فَهُوَ عَيْدٌ،
وَكُلُّ يَوْمٍ يَقْطَعُهُ الْمُؤْمِنُ فِيْ طَاعَةِ مَوْلَاهُ وَذِكْرِهِ
وَشُكْرِهِ فَهُوَ لَهُ عَيْدٌ
"
Imam Hasan Al-Bashri
berkata: “setiap hari yang di dalamnya tidak ada kedurhakaan kepada Allah
SWT maka hari itu adalah hari raya, dan setiap hari di mana seorang mukmin
tetap berada dalam ketaatan Rabnya serta berzikir dan bersyukur kepadaNya maka
bagi dia hari itu adalah hari raya”.
Ahli Hikmah berkata:
: لَيْسَ الْعَيْدُ لِمَنْ لَبِسَ
الْجَدِيْدَ ولكن الْعَيْدُ لِمَنْ طاعته يز يد
“Bukanlah hari
raya Ied itu terletak pada barunya pakaian yang dikenakan, akan tetapi hari
raya Ied itu terletak pada nilai tambahnya ketaatan seseorang”
Inilah hakikat Idul Fitri yang sesungguhnya, kembali kepada
kesucian, meraih kemenangan dengan prestasi taqwa serta mempertahankan kesucian
dan kemenangan tersebut dimasa yang akan datang.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ
أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْد- جماعة عيدالفطر رحمكم الله
Hari ini kita merayakan hari kemenangan itu, rahim Ramadhan
telah melahirkan sosok-sosok dan pribadi muslim yang menang dan sukses, namun
kemenangan seperti apakah yang akan diraih oleh umat Islam melalui ibadah
Ramadhan?.
Ada tiga bentuk kemenangan bagi umat
Islam:
Pertama, Kemenangan Spritual.
Kemenangan spiritual adalah kemenangan jiwa, jiwa yang
menang adalah jiwa yang selalu bersih dan suci dari berbagai noda dan penyakit
seperti syirik, sombong, hasad dan dengki, dan berbagai penyakit hati lainnya
yang diharapkan melalui Ramadhan dapat terkikis habis. Allah SWT berfirman:
(( قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ
خَابَ مَنْ دَسَّاهَا )) ( سورة الشمس: 9-10)
“Sungguh telah menang dan beruntung orang yang mensucikan
jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya” (Q.S. Asy-Syams: 9-10)
Jiwa yang menang, adalah jiwa yang selalu berupaya untuk
membentengi diri dari berbagai bentuk penyimpangan dan penodaan terhadap aturan
yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, dan itu adalah hakikat taqwa sesungguhnya
yang ingin dicapai melalui ibadah puasa. Sesuai dengan firman Allah SWT:
(( يَا آيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْن )) (سورة البقرة: 183)
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kalian untuk
berpuasa sebagaimana yang telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian,
semoga kalian menjadi orang yang bertaqwa”
(Q.S. Al-Baqarah: 183).
Taqwa adalah suatu kondisi iman dan semangat spiritual yang
harus selalu terpatri dalam jiwa seseorang, agar secara berkesinambungan ia
selalu merasakan kehadiran dan pengawasan Allah dalam setiap gerak langkah
aktifitas yang dilakukannya, sehingga dengannya ia termotivasi untuk tetap taat
dan memperbanyak ibadah kepada Allah SWT. Sebagaimana ia juga akan selalu
berusaha untuk menghindari duri-duri di jalan kehidupan. Betapa indahnya
perumpamaan yang diberikan oleh Ubay bin ka’ab ketika beliau ditanya oleh Umar
bin Khattab tentang hakekat taqwa. Ketika itu Ubay balik bertanya: “wahai
Amirul mukminin, apa yang anda lakukan di saat anda melewati jalanan yang penuh
duri? Umar manjawab: saya akan meneguhkan pandangan agar langkah kakiku tidak
menginjak duri, lalu Ubay berkata: wahai amirulmukminin itulah taqwa.”
Apabila sifat taqwa itu sudah tumbuh subur dalam jiwa
seseorang maka ia akan selalu rela dan senang hati untuk menerima dan
melaksanakan aturan Allah, apapun konsekwensi yang akan dihadapinya, meskipun
akan mengorbankan sesuatu yang paling dia cintai, atas nama cinta kepada Allah
dan Rosulnya. Jika itu berhasil ia lakukan maka saat itu ia sedang merayakan
puncak kemenangan spritualnya.
Semangat ketaqwaan seperti itulah yang diciptakan oleh ibadah
puasa, karena dengan berpuasa seseorang dituntut untuk selalu dalam suasana
jiwa yang dekat kepada Allah SWT, sebagaimana ia dituntut untuk menghargai
waktu, agar bisa meraih sekecil apapun peluang ibadah, serta menghindari
sekecil apapun peluang dosa yang akan bisa mengurangi atau merusak nilai-nilai
puasa. Bahkan dari yang mubah sekalipun, jika tidak mendatangkan manfaat apa
apa. Oleh Karena itulah Rosulullah membahasakan bahwa “puasa adalah sebagai
perisai.”
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ
وَلِلّهِ الْحَمْد- جماعة عيدالفطر رحمكم الله
Ada satu karakter jiwa yang ingin dibina oleh Ramadhan
yaitu, jujur atau amanah. Ibadah puasa adalah ujian bagi kejujuran kita,
tidak ada yang mengetahui kepastian orang yang berpuasa selain daripada Allah
SWT, berbeda dengan ibadah yang lain seperti shalat, haji, zakat dan lain
sebagainya.
Kejujuran, adalah satu kekuatan yang terdapat dalam jiwa,
yang membuat pemiliknya mampu melakukan tugas-tugas besar yang diembankan
kepadanya. Dengan kejujuran berbagai persoalan dalam hidup dapat diselesaikan,
sebaliknya tanpa kejujuran berbagai problematika kehidupan akan selalu
bermunculan. Oleh karena itu menghiasi diri dengan sifat jujur adalah satu
tuntutan yang dibebankan kepada seluruh elemen masyarakat; Siapun dia, pemimpin,
pejabat, hakim, politikus, pengusaha, wartawan, kaum akademisi, rakyat dan lain
sebagainya, sangat dituntut untuk melakukan sifat jujur.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
jangan sampai terjadi krisis kejujuran, karena dampaknya hanya akan melahirkan
kehancuran demi kehancuran. Itulah fakta dan kenyataan; korupsi merajalela,
keserakahan pejabat terjadi dimana-mana, pengangguran susah diatasi,
kesenjangan social dan penindasan rakyat kecil sudah menjadi pajangan kasat mata,
ketidakharmonisan dalam kehidupan rumah tangga, dan lain sebagainya, itu semua
berawal dari ketidakjujuran dan ketidakadilan. Maka apabila pemimpin sudah
mampu untuk jujur terhadap rakyatnya, para pejabat jujur dalam mengemban amanah
jabatannya, para hakim jujur dalam menyelesaikan perkara persidangannya, para
suami jujur dalam memimpin keluarganya, serta semua kita mampu untuk jujur
terhadap diri kita sendiri, jujur kepada Allah dan jujur kepada masyarakat maka
yakinlah kedamaian hidup pasti akan dirasakan, persoalan demi persoalan akan
semakin dapat disingkirkan dari jalan peradaban, dengan demikian kita dapat
menghiasi dinding-dinding harapan dengan penuh optimis dalam menatap masa depan
kita yang lebih cemerlang dan baik.
الله
ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Kedua: Kemenangan Emosional
Ibadah Ramadhan akan membimbing umat Islam menuju kemenangan
emosional. Emosi adalah sifat perilaku dan kondisi perasaan yang terdapat dalam
diri seseorang. Ia bisa berupa rasa ingin marah, rasa takut, rasa cinta atau
keinginan yang kuat untuk mencintai dan membenci, rasa cemas, rasa minder dan
lain sebagainya. Emosi yang menang adalah apabila ia terkendali, yang dalam
istilah agama disebut dengan sabar. Jika kita perhatikan teori tentang
kecerdasan emosi yang dijelaskan oleh para ahli fsikologi, ternyata konsep
kecerdasan emosi ini berbanding sama dengan konsep kesabaran dalam Islam.
Sabar dalam Islam bukanlah satu kelemahan, tetapi sabar justru merupakan satu
kekuatan. Di dalam Al-Quran dijelaskan bahwa satu orang yang sabar mampu
mengalahkan sepuluh lawan dalam pertempuran, atau setidaknya mereka mampu
menghadapi lawan sebanyak dua kali jumlah mereka (QS 8: 65-66). Ketika seorang
bersabar dan dapat menahan amarahnya dalam menghadapi satu perkara yang ia
hadapi, maka dia bukanlah orang yeng lemah, akan tetapi justru dia, adalah
orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Dalam sebuah ungkapannya
Rasulullah SAW bersabda: “orang yang kuat bukanlah orang yang selalu
menang dalam berkelahi, akan tetapi orang kuat adalah orang yang dapat menahan
diri saat dia marah” (H.R Imam Al-Bukhari).
Kesabaran merupakan karakter yang sangat mulia dan ia bisa
diraih dengan cara melatih dan membiasakan diri dengannya. Maka bulan Ramadhan
merupakan kesempatan yang besar bagi seorang Muslim, untuk melatih kesabaran
itu. Ia dilatih untuk mengontrol jiwanya dari pengaruh hawa nafsunya. Dengan
begitu ia bisa keluar dari bulan Ramadhan sebagai pribadi yang kuat dan pandai
mengendalikan diri dan emosinya.
Keterkaitan antara puasa dengan membangun kecerdasan
emosional begitu terlihat dalam penjelasan Rasulullah yang mengatakan:
“apabila seseorang sedang berpuasa lalu ada yang menghina dia atau mengajaknya
untuk berkelahi maka hendaklah ia mengatakan: saya sedang berpuasa, saya sedang
berpuasa” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim). Dengan arti kata kondisi seseorang
yang sedang berpuasa akan dapat menahan emosinya agar tidak membalas cacian dan
dendam dengan perbuatan yang sama.
Ibadah puasa akan selalu membimbing umat Islam untuk dapat
mengendalikan jiwa dan nafsunya dengan cara zikir dan syukur kepada Allah SWT.
Jika seseorang sudah mampu untuk selalu berzikir dan bersyukur, apalagi jika
hal itu sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari diri dan kehidupannya,
maka itu adalah indikasi dari emosional yang terkendali, sehingga dengannya ia
akan selalu menghadapi berbagai persoalan hidup dengan tenang dan percaya diri,
dan itu adalah puncak kemenangan emosional. Bandingkan dengan seseorang yang
selalu lupa kepada Allah, serta tidak mau bersyukur terhadap karunia yang didapatkannya
dari Allah, maka ia akan selalu dihimpit oleh berbagai problem kehidupan,
khususnya problem kejiwaan yang tak jarang mereka selesaikan, dengan cara
mereka sendiri. Ada yang dengan cara bunuh diri, ada lagi dengan cara menelan
obat2 atau pil yang mereka anggap akan mampu menenangkan jiwa mereka, dan lain
sebagainya. Maka ibadah puasa akan selalu berusaha untuk menutup rapat-rapat
pintu yang akan membawa seseorang menuju kekacauan emosional dengan cara zikir
dan syukur tersebut.
Satu lagi pelajaran penting yang dapat ditarik, bahwa ibadah
puasa akan menghapus sekat-sekat pemisah antara yang kaya dengan yang miskin,
semua mereka sama di hadapan Allah SWT, apa yang dirasakan oleh orang-orang
miskin selama ini, itu jugalah yang dapat dirasakan oleh yang kaya saat ia
berpuasa, maka puasa akan membangun jembatan untuk menyatukan perasaan antar
sesama umat Islam tanpa memandang status social untuk saling mencintai,
saling membantu, dan saling berbagi. Mungkin Ini jugalah salah satu dari
rahasianya, kenapa zakat fitrah itu diwajibkan kepada semua orang, yang miskin
sekalipun. Supaya semua kita, dan juga mereka yang biasa meminta-minta, pernah
merasakan nikmatnya memberi, minimal sekali dalam setahun. Inilah salah satu
bentuk didikan emosional yang kita dapatkan dari ibadah puasa.
الله
ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Ketiga: Kemenangan Intelektual
Ibadah Ramadhan juga akan melahirkan sosok-sosok pribadi
muslim yang menang secara intelektual. Kemenangan intelektual ditandai dengan
kecerdasannya dalam memahami realita yang selalu dapat memberikan keseimbangan
pada diri dan pemikiran.
Namun ada satu hal yang harus kita pahami, bahwa terminologi
kecerdasan intelektual dalam Islam, tidak berbanding sama dengan teori
kecerdasan yang dipahami oleh banyak orang. Selama ini banyak orang yang
mengukur kecerdasan lewat pencapaian- pencapaian angka dalam batas tertentu.
Sehingga sorang anak dikatakan cerdas apabila nilai rata-ratanya di sekolah
Sembilan atau sepuluh. Seorang mahasiswa dianggap cerdas ketika ia sudah mampu
menghapal banyak diktat perkuliahanny,a lalu menghasil nilai IPK tertinggi,
begitu seterusnya. Sementara di dalam Islam kesuksesan dan kecerdasan diukur
secara proporsional antara kwalitas dan kwantitas. Kecerdasan ada pada mereka
yang menempatkan ilmu di hati bukan sekedar di lidah dan retorika saat
berdiskusi, tapi tidak disertai dengan aksi. Rasulullah SAW bersabda:
( اَلْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ
وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ) (رواه الترمذي)
Orang yang berakal (cerdas secara intelektual) adalah orang
memperbudak dirinya sendiri dan selalu berbuat untuk kepentingan akhirat) (H.R. At-Tirmizi)
Dengan demikian seoarang anak dianggap cerdas, bukan
semata-mata karena ia telah meraih angka 9 atau 10, akan tetapi diukur
sejauhmana pelajaran-pelajaran itu berpengaruh positif dalam kehidupannya.
Seorang dianggap cerdas bukan sekedar sudah mengetahui bahwa 1 kg itu sama
dengan 10 ons, akan tetapi dianggap cerdas ketika pengetahuan itu diterapkannya
disaat ia menjadi seorang pedagang. Sistem pendidikan seperti inilah yang
diterapkan oleh Rasulullah SAW dalam mendidik para sahabatnya, sehingga beliau
memutuskan untuk mengirim Mush’ab bin ‘Umair menjadi duta dakwah ke Madinah,
padahal Mush’ab ketika itu bukanlah orang yang paling banyak hapalan alqurannya.
Kecerdasan intelektual dalam perspektif Islam ditandai
dengan, apabila:
-
Selalu
bisa membedakan mana yang halal dan mana yang haram
-
Selalu
mempertimbangkan antara manfaat dan mudhorat
-
Selalu
mengerti akan hak dan kewaiban.
Kecerdasan seperti inilah yang selalu ingin dibina oleh
ibadah puasa, pada setiap pribadi muslim. Karenanya puasa selalu menuntut kita
untuk selalu hati-hati dalam bertindak, bersikap dan berucap, agar tidak
menodai nilai-nilai puasa yang sedang dikerjakan. Kalau tidak, maka seseorang
tidak akan mendapatkan apa- apa dari puasanya selain menahan lapar dan haus
saja.
Inilah tiga kemenangan besar yang diharapkan dapat diraih
secara nyata dalam setiap pribadi muslim, melalui pelaksanaan ibadah puasa.
Sebagai seorang muslim yang setiap tahun melaksanakan ibadah ramadhan harus selalu
menginstropeksi dirinya disetiap penghujung hari ramadhan, agar ia tahu apakah
ia hari ini benar-benar berbahagia untuk dirinya, atau untuk orang lain.
Intropeksi itu menjadi penting untuk dilakukan, agar Ramadhan tidak sebatas
rutinitas tahunan.
الله
ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Berawal dari latihan disiplin rohani semasa kita di bulan
ramadhan 1434.H/ 2013.M yang baru sehari kita tinggalkan ini, dan dengan ber
IDULFITRI, mari kita introspeksi diri, barangkali dan atau mungkin kita masih
banyak keliru, mungkin kita masih ada kesalahan, dan mungkin masih banyak orang-orang yang
kita musuhi atau yang kurang kita senangi diantara kita sesama, bisa jadi orang
yang tidak kita senangi itu adalah tetangga kita sendiri, bahkan bisa jadi
orang yang tidak kita senangi itu, justeru lebih baik dan benar dari kita, maka
mulai hari ini, mari kita tumbuhkan dan kita tanamkan persatuan dan kesatuan
dintara kita, mari bersatu dalam lafaz “LA ILAHA ILLA ALLAH” tiada tuhan selain
Allah.
Ulurkan tanganmu untuk bermusafahah, berjabatan tangan,
seraya berbesar hati memohon maaf kepada sesama kita umat se-agama, handai
tolan, kaum kerabat, ahli family, terlebih lagi terhadap kedua orang tua yang
telah membesarkan kita, mendidik kita dan telah berjasa kepada kita, lahirnya
kita dari perut sang ibu dalam keadaan fitrah, mengapa setelah kita kembali
kepada fitrah kita semula (idulfitri) ini, justeru akan diawali dan ditandai
dengan semakin memperbesar dosa dan noda pada diri kita ????
الله
ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Kejadian demi kejadian dan dosa2 yang tampak dimata kita,
a.l:
-
Kita
saksikan kerusakan moral di masyarakat;
-
Kekejaman,
dan perampokan tidak pernah reda;
-
Hamil
diluar nikah sering memberita di telinga
kita;
-
Hubungan
sex diluar nikah berakhir suatu kematian;
-
Perkosaan
disetai pembunuhan, turut mencoreng dan menambah
koleksi noda dan dosa kita
-
Korupsi
oleh personal oknum tertentu, semakin menjadi-jadi,
hanya mementingkan kedudukan dan
memanfaatkan keuntungan sendiri;
Olehkarenanya, Untuk menutup khutbah idulfitri ini, marilah
kita mengangkatkan kedua telapak tangan, seraya bermunajat kepadaNya, semoga
senantiasa mendapat ijabah dariNya, amiin ya robbal ‘alamin:
Allahumma ya Allah, Ya, ghaffar, Tuhan Maha pengampun,
ampunilah kami, jika kami salah dalam memahami dan menghayati ajaranMu dan
Sunnah RasulMu
Ya, Rahman, tuhan maha pengasih takpilih kasih; terimalah
amal kebajikan kami, pengorbanan yang mampu kami berikan untuk mengakkan
kalimahmu;
Ya Arhamarrahimin; untukmulah shalat, puasa dan zakat kami,
hidup dan mati kami, kepadamulah tempat kami kembali, dan bagimulah segala
ibadah dan perjuangan kami;
Ya Allah, kabulkanlah do’a kami, hanya engkau yang maha
mendengar dan maha mengetahui; Ampunilah dosa dan kesalahan kami, dosa dan
kesalahan kedua orang tua kami, hanya engkaulah tempat kami memohon ampun;
اللهم
انصرنا فإنك خير الناصرين وافتح لنا فإنك خير الفا تحين واغفر لنا فإنك خير الغافرين
وارحمنا فإنك خير الراحمين وارزقنا فإنك خير الرازقين واهدنا ونجنا من القوم
الظالمين والكافرين
Ya Allah, Tolonglah kami, sesungguhnya Engkau
adalah sebaik-baik pemberi pertolongan; Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau
adalah sebaik-baik pemberi kemenangan; Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau
adalah sebaik-baik pemberi ampunan; Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah
sebaik-baik pemberi rahmat; Berilah kami Rizki, sesungguhnya Engkau adalah
sebaik-baik pemberi Rizki; Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang zalim
dan kaum kafir.
أللَّهُمَّ رَبَّناَ اَوْ
زِعْنَا اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي اَنْعَمْتَ عَلَيْناَ وعَلىَوالِدَيْنَا
واَنْ نَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ واَدْخِلْنَا بِرَحْمَتِكَ فىِ عِبَادِك
َالصَّالِحِينَ .
رَبَّناَ أَبْصَرْناَ
وَسَمِعْناَ ،فَارْجِعْناَ نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوْقِنُونَ .(السجدة (
32):12)
رَبَّناَ اغْفِرْ لَناَ
ذُنُو بَناَ وَإِسْرَفَناَ فىِ أَمْرِناَ وَثَبِّتْ أَقْدَ امَنَا وَانْصُرْناَ
عَلىَ الْقَوْمِ الْكَافِرِ يْنَ
اللَّهُمَّ
افْتَحْ عَلَيْنَا اَبْوَابَ الخَيْرِ وَاَبْوَابَ البَرَاكَةِ وَاَبْوَابَ
النِّعْمَةِ وَاَبْوَابَ السَّلاَمَةِ وَاَبْوَابَ الصِّحَّةِ وَاَبْوَابَ
الجَنَّةِ.
رَبَّنَا
ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ
مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
رَبَّناَ
آتِناَ فِي الدُّنْياَ حَسَنَةِ وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةِ وَقِناَ عَذاَبَ
الناَّر. وَصَلَّى اللهُ عَلىَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
اَجْمَعِيْنَ وَالحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.
تقبل
الله منا ومنكم تقبل ياكريم ، من العائدين
والفائزين كل عام وأنتم بخير
والسلام عليكم ورحمةالله وبركاته
Bandar Lampung,
08 Agustus 2013. M
01 Syawal 1434
. H
ttd
Drs. Khoirul
Abror, M.H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar