Minggu, 27 Oktober 2013

Sepintas Arti Ibadah

A.    Pengertian Ibadah

Kata Ibadah (عِبَادَة) adalah berasal dari bahasa arab:- يَعْبُدُ- عَبْدَ عِبَادَةْ yang secara etimologi berarti; tunduk, patuh,  merendahkan diri, dan hina, artinya menurut Yusuf Qarḑawy tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan yang Maha Kuasa[1] . Dengan demikian pemakaian bahasa arab "عِبَادَة" itu lebih ditunjukan kepada Allah, sementara"عَبْد"  lebih ditujukan kepada selain Allah. Identik dengan pengertian Ibadah tersebut Hasbi As-Shiddiqi mengartikan Ibadah itu dengan: ța’at, menurut, mengikut, tunduk dan juga berarti do’a[2].

Secara terminology para ahli mendefinisikan arti Ibadah ini, dengan melihat dari berbagai disiplin ilmunya masing-masing[3]; Olehkarenanya maka rumusan-rumusan arti ibadah dapat dikemukakan sebagai berikut:
Menurut Ahli Tauhid, dan Hadiś Ibadah adalah:

توْحيدُ الله وتَعْظِيْمُهُ غَايةَ التَّعْظِيْمِ مَعَ التَّدَلُّلِ والخُضُوْعِ لَهُ 

Artinya: Meng-Esakan dan mengagungkan Allah dengan sepenuhnya (menta’zimkannya), serta menghinakan diri dan menundukan jiwa kepadan-Nya.

Firman Allah dalam Q.S. 4. An-Nisa’: 36 “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun”. 

Nabi s.a.w bersabda:
الَدُّ عَأُ مُخُّ الْعِبَادَةِ  Artinya: Do’a itu otaknya Ibadah.

Menurut Ikrimah, salah seorang ahli hadiś mengatakan bahwa, Ibadah itu sama artinya dengan Tauhid. Lebih tegas lagi Ikrimah mengatakan, bahwa “segala lafaz Ibadah dalam Al-qur’an diartikan dengan tauhid”
Ulama Akhlak mengartikan Ibadah itu dengan definisi:

اَلْعَمَلُ بِالطًاعَةِ الْبَدَنِيَّةِ وَالْقِيَامُ بِالشّرَائِعِ

Artinya: Mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyah dan menyelenggarakan segala syari’atnya (Hukum).
Menyimak definisi di atas, pengertian ini termasuk yang diwajibkan atas pribadi seseorang, baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat secara keseluruhan (kelompok atau masyarakat sosial); Termasuk juga dalam pengertian Ibadah ini sebagaimana sabda Nabi s.a.w:

قال النبي صلى الله عليه وسلم نظْرُ الرَّجُلِ إِلى وَالِدَيْهِ حُبًّالَهُمَا عِبَادَةٌ . رواه السيوطي

Artinya: “Memandang ibu Bapak (kedua orangtua) karena cinta kita kepada mereka berdua, adalah Ibadah.”

Hadiś Nabi s.a.w yang diriwayatkan oleh As-Suyuthi:

قال النبي صلى الله عليه وسلم اَلْعِبَادَةُ عَشْرَةُ أَجْزَاءٍ تِسْعَةٌ مِنْهَا فِى طَلَبِ الْحَلاَلِ . رواه السيو طي

Artinya: Ibadah itu sepuluh bagian, sembilan bagian dari padanya terletak dalam mencari harta yang halal.
Ulama Tasawuf mendefinisikan Ibadah ini dengan membaginya kepada tiga bentuk sebagai berikut:
Pertama; Ibadah kepada Allah karena sangat mengharap pahalanya atau karena takut akan siksanya. Kedua; Ibadah kepada Allah karena memandang bahwa ibadah itu merupakan perbuatan mulia, dan dilakukan oleh orang yang mulia jiwanya; Ketiga; Ibadah kepada Allah karena memandang bahwa Allah berhak disembah, tanpa memperhatikan apa yang akan diterima atau yang akan diperoleh.

Menurut Ahli Fiqh (Fuqahȃ’) ibadah adalah:

مَا أدَّيْتُ إِبتغاءً لِوَجْهِ اللهِ وطلَبًا لِثَوَابِهِ فِى الآخِرَةِ


Bertolak dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas dapat ditarik rumusan arti ibadah secara umum sebagai berikut:

Artinya: Segala bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keriḑaan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat.

الْعِبَادَةُ هِيَ اِسْمٌ جَامِعٌ لِمَا يُحِبُّهُ اللهُ ويَرْضَاهُ قَوْلاً كَانَ أَوْ فِعْلاً جَلِيًّا كان أوْخَفِيًّا تَعْظِيْمًا لهُ وطلبًا لِثَوَابِهِ

Artinya: Ibadah itu nama yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diriḑai Allah, baik berupa perkataan dan perbuatan, baik terang-terangan maupun yang tersembunyi, dalam rangka mengagungkan-Nya dan mengharapkan imbalan (pahala) dari-Nya.

Rumusan pengertian Ibadah secara umum tersebut, mencakup segala bentuk hukum, baik yang dapat dipahami maknanya maupun tidak dapat dipahami maknanya seperti țaharah, şalat, baik yang berhubungan dengan badan seperti ruku’, maupun yang berhubungan dengan lidah seperti żikir, bahkan yang berhubungan dengan hati seperti niat.

B.    Ruang Lingkup dan Sistematika Ibadah

Membicarakan ruang lingkup ibadah, tentunya tidak dapat melepaskan diri dari pemahaman terhadap pengertian ruang lingkup itu sendiri. Olehsebab itu menurut Ibnu Taimiyah (661-728.H/1262-1327.M) yang dikemukakan oleh Ritonga[4] , bahwa ruang lingkup ibadah mencakup semua bentuk cinta dan kerelaan kepada Allah, baik dalam perkataan maupun perbuatan, lahir maupun batin; Termasuk dalam pengertian ini adalah şalat, zakat, haji, benar dalam pembicaraan, menjalankan amanah, berbuat baik kepada orangtua, menjalin silaturrahmi, memenuhi janji, amar ma’ruf nahi munkar, jihad terhadap orang kafir, berbuat baik pada tetangga, anak yatim, fakir miskin dan ibn sabil, berdo’a, zikir, baca Al-qur’an, rela menerima ketentuan Allah dan lain sebagainya.

Ruang lingkup ibadah yang dikemukakan Ibnu Taimiyah di atas, cakupannya sangat luas, bahkan menurut Taimiyah semua ajaran agama itu termasuk ibadah; Hanya saja bila dikelasifikasikan dapat dikelompokan kepada:

Pertama; Kewajiban-kewajiban atau rukun-rukun syari’at seperti: şalat, puasa, zakat dan Haji. Kedua; yang berhubungan dengan (tambahan dari) kewajiban di atas dalam bentuk ibadah-ibadah sunnat, seperti: żikir, membaca al-qur’an, do’a dan istighfar; Ketiga; semua bentuk hubungan social yang baik serta pemenuhan hak-hak manusia, seperti: berbuat baik kepada orangtua, menjalin silaturrahmi, menyantuni anak yatim, fakir miskin dan ibn sabil. Keempat; Akhlak insaniyah (bersifat kemanusiaan), seperti benar dalam berbicara, menjalankan amanah dan menepati janji. Kelima; Akhlak rabbaniyah (bersifat ketuhanan), seperti mencintai Allah dan rasul-Nya, takut kepada Allah, ikhlas dan sabar terhadap hukum-Nya. Kelima kelompok tersebut dapat dikelasifikasikan secara lebih khusus yaitu ibadah umum dan ibadah khusus; Ibadah umum mempunyai cakupan yang sangat luas, yaitu meliputi segala amal kebajikan yang dilakukan dengan niat ikhlas dan sulit untuk mengemukakan sistematikanya; Akantetapi ibadah khusus ditentukan oleh syara’ (naş) tentang bentuk dan caranya.

Secara garis besar sistematika ibadah ini sebagaimana dikemukakan Wahbah Zuhayli sebagai berikut [5]:
1.    Țaharah
2.    Ṣalat
3.    Penyelenggaraan jenazah
4.    Zakat
5.    Puasa
6.    Haji dan Umrah
7.    I’tikȃf
8.    Sumpah dan Kaffȃrah
9.    Nażar
10.  Qurban dan Aqiqah

Kaitan dengan sistematika ibadah tersebut, buku ini akan membagi pembahasan itu kepada:
1.    Ibadah
2.    Țaharah (Wuḑu’, Mandi dan Tayamum)
3.    Ṣalat
4.    Puasa
5.    Janazah
6.    Zakat
7.    Haji dan Umrah
8.    Udhiyah
9.    Aqiqah
10.   Sembelihan
11.    Buruan
 ----------------------------------------
Catatan kaki :
      [1]. Yusuf Al-Qarḑawy, Al-Ibadah fie al-Islam, Muassasah al-Risalah, cet.6, Beirut, 1979, h. 27.
      [2]. Hasbi As-Ṣiddiqie, Kuliah Ibadah, cet. V, Bulan Bintang, Jakarta, 1985, h. 01
      [3]. Ibid, h. 1-6
      [4]. A. Rahman Ritonga, dkk, Fiqh Ibadah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997, h. 06
      [5]. Wahbah Zuhayli, Al-Fiqhu al-Islamy waadillatuhu,I, Daar Al-Fikr, 1989, h. 11

3 komentar: