Minggu, 23 Desember 2012

SADDU Aż-ŻARIʻAḤ DAN SIGNIFIKANSINYA DALAM HUKUM ISLAM

SADDU Aż-ŻARIʻAḤ DAN SIGNIFIKANSINYA DALAM HUKUM ISLAM

Oleh: Khoirul Abror [1]

A. Latar Belakang Masalah

Suatu pebuatan yang dilakukan oleh seseoang secara sadar pasti mempunyai tujuan tertentu yang jelas, terkadang tanpa mempersoalkan apakah perbuatan yang dituju itu baik atau buruk, mendatangkan manfaat atau muḍarat.[2] Sebelum sampai pada perbuatan yang dituju, ada serentetan perbuatan yang mendahuluinya dan harus dilalui. Contoh, bila seseorang ingin menuntut ilmu, ia melalui beberapa fase kegiatan seperti mencari guru, menyiapkan tempat dan alat-alat belajarnya. Perbuatan pokok dalam hal ini adalah menuntut ilmu, sedangkan kegiatan lain merupakan perantara atau pendahuluan.

Contoh lain adalah berzina. Ada hal-hal yang mendahuluinya seperti rangsangan, penyediaan kesempatan untuk bisa melakukan zina. Dalam hal ini zina merupakan perrbuatan pokok, sedangkan yang mendahuluinya disebut perantara. Perbuatan-perbuatan pokok yang dituju oleh seseorang telah diatur syara’dan termasuk kedalam hukum taklifi yang lima atau disebut juga Al-ahkam Al-khamsaḥ. Untuk dapat melakukan perbuatan pokok baik yang disuruh ataupun dilarang, harus terlebih dahulu melakukan perbuatan yang mendahuluinya. Keharusan melakukan atau menghindari perbuatan yang mendahului perbuatan pokok tersebut, ada yang telah diatur sendiri hukumnya oleh syara’ dan ada yang tidak diatur secara langsung.[3]